Obi, Nalarsatu.com – Potensi alam berupa tambang, laut, dan perkebunan yang melimpah, masyarakat di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, justru merasakan ketertinggalan yang menyakitkan, terutama dalam hal akses teknologi dan jaringan telekomunikasi. Kondisi ini menimbulkan frustrasi mendalam di kalangan warga, yang merasa dianaktirikan di daerahnya sendiri.
Narjin Kamhois, Warga Desa Baru sekaligus Wakil Ketua BPD, mengungkapkan keheranannya atas masalah yang terjadi di wilayahnya. Menurutnya, Obi sering disebut sebagai “area dolar” karena kekayaan alamnya, tapi akses jaringan internet yang menjadi kebutuhan dasar kehidupan modern justru sangat buruk.
“Kami sangat heran. Obi ini katanya daerah dolar, penghasil tambang, laut, perkebunan yang bahkan tidak dimiliki daerah lain. Tapi kami masih seperti tertinggal. Jaringan Telkomsel muncul sebentar, hilang lagi sampai 1×24 jam. Ini salah siapa? Kami masyarakat biasa atau siapa?” keluh Narjin kepada Nalarsatu.com pada Selasa (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kondisi serupa juga dirasakan di Desa Buton Zul Sandi. Warga Desa Buton menyamakan sinyal di kampungnya dengan “lumba-lumba naik turun,” gambaran yang menunjukkan betapa tidak stabilnya layanan komunikasi yang ada.
“Kalau jaringan saja begini, wajar kami mulai berteriak ingin pisah dari Halmahera Selatan. Bagaimana mau maju kalau akses komunikasi jadi hambatan utama? Ini butuh perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah. Selama ini, apa yang sudah diurus?” ujar dia dengan nada kesal Selasa (2/7).
Mereka menilai, ketertinggalan infrastruktur teknologi informasi tidak hanya berdampak pada komunikasi sehari-hari, tapi juga menghambat pendidikan, akses layanan kesehatan, dan peluang ekonomi warga. Dalam era digital seperti sekarang, tanpa jaringan yang memadai, masyarakat di Obi sulit bersaing dan mendapatkan informasi yang layak.
Sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis setempat pun meminta pemerintah daerah segera bertindak konkret. Mereka mendesak agar program pembangunan infrastruktur digital tidak hanya menjadi janji manis dalam rapat dan deklarasi, melainkan diwujudkan dalam bentuk pelayanan nyata di lapangan.
“Kami ingin merdeka, merdeka dalam akses informasi dan teknologi. Jangan biarkan kami terus tertinggal hanya karena buruknya layanan jaringan,” tegas Narjin.