OBI, Nalarsatu.com – Dugaan penyimpangan dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, kini tak hanya menjadi keluhan warga, tetapi juga perhatian serius dari kalangan penegak hukum. Praktisi hukum Halmahera Selatan, Bambang Joisangadji, SH, mendesak aparat kepolisian untuk segera memproses secara hukum pendamping program BPNT, Felista Kokiroba, yang disebut-sebut menahan kartu ATM milik sejumlah penerima manfaat.
“Pendamping hanya mendampingi, bukan menguasai akses dana bantuan. Menahan ATM sama saja dengan merampas hak warga atas bantuan negara. Itu bisa masuk kategori pidana,” ujar Bambang kepada Nalarsatu.com, Sabtu (5/7), melalui sambungan WhatsApp.
Bambang menegaskan, tindakan pendamping yang memegang atau menyimpan kartu ATM tanpa dasar hukum yang sah merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Praktik tersebut, menurutnya, melanggar Permensos Nomor 1 Tahun 2018 tentang penyaluran bantuan sosial non tunai, serta dapat dijerat pasal 372 KUHP (penggelapan), 378 KUHP (penipuan), bahkan membuka kemungkinan dikenai UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Perbankan jika ditemukan unsur pengelolaan keuangan secara ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini bukan hanya pelanggaran administrasi. Jika pendamping memegang kartu dan mencairkan tanpa kuasa, apalagi memotong dana, maka itu sudah masuk wilayah pidana. Negara harus hadir membela rakyat kecil,” tegasnya.
Nama Felista Kokiroba kembali menjadi sorotan utama setelah sejumlah warga menyebutnya sebagai pihak yang menahan kartu ATM BPNT milik penerima bantuan. Praktisi hukum Bambang Joisangadji, SH menyebut temuan di lapangan mengindikasikan pola penyimpangan yang tidak lagi bersifat sporadis, melainkan sistematis dan meluas lintas desa. Kesaksian warga Kecamatan Obik dari Desa Laiwui, Buton, Ake Gula, Baru, hingga Desa Sum di Kecamatan Obi Timur yang bahkan berada di luar wilayah tugas resmi Felista menyiratkan modus yang seragam: penerima tidak memegang kartu, pencairan dilakukan tanpa kejelasan, dana tidak diterima secara utuh, dan dalam beberapa kasus, bantuan berupa beras diduga dijual secara terbuka.
“Di beberapa kasus, warga mengaku diberi uang kecil hanya untuk dokumentasi pencairan, kemudian dananya diambil kembali oleh pendamping. Ini jelas praktik manipulatif,” kata Bambang.
Keterangan dari para penerima juga menyebut, meski wilayahnya bukan bagian dari pendampingan Felista, kartu mereka tetap dikuasai olehnya. Situasi ini, kata Bambang, membuka dugaan bahwa akses terhadap dana BPNT telah disalahgunakan secara terstruktur dan melampaui batas wilayah kerja resmi.
“Saya minta Kapolres Halmahera Selatan AKBP Hendra Gunawan, segera memproses hukum saudari Felista Kokiroba. Bukti sudah terbuka di media. Kesaksian warga cukup kuat. Ini bukan tuduhan kosong, melainkan indikasi kuat kejahatan sosial,” kata Bambang.
Lebih jauh, Bambang juga menyoroti dugaan keterlibatan pegawai PT Pos dalam praktik pembagian beras bansos dan pencairan BPNT bagi penerima yang tidak menggunakan kartu. Menurutnya, muncul kecurigaan serius karena keterangan pendamping dan kepala kantor Pos saling bertolak belakang. Pendamping menyatakan bahwa uang yang disalurkan oleh PT Pos diserahkan ke rumah penyalur, sementara dari pihak Pos mengaku bantuan justru dibagikan oleh pendamping di rumah penerima. Ketika media juga konfirmasi kepada penerima, mereka mengaku bahwa bantuan tersebut memang langsung diberikan oleh pendamping dan orang kepercayaan pendamping di rumah masing-masing. Kondisi ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian data dan alur distribusi yang harus segera menjadi perhatian aparat penegak hukum.
“Kalau dana dibagikan oleh pihak lain tanpa kuasa tertulis, apalagi sampai dipotong, maka itu sudah tidak sah dan melanggar hukum. Apalagi jika dilakukan berulang dan sistematis. Ini harus diusut sebagai praktik penyunatan kolektif,” tambahnya.
Bambang juga mempertanyakan sikap pasif Dinas Sosial Halmahera Selatan yang hingga kini belum mengambil tindakan konkret atas laporan warga dan temuan media.
“Kadis Sosial Sofyan Tomadehe harusnya sudah panggil pendamping, klarifikasi, dan koordinasi dengan aparat. Bukan malah bungkam. Jika tak bisa bertindak, jangan sampai dicurigai ikut melindungi,” kritiknya.
Sebagai penutup, Bambang menekankan bahwa skandal penyaluran bansos seperti ini tidak bisa dianggap sebagai “kesalahan teknis semata.” Menurutnya, ada celah sistemik yang memungkinkan terjadinya pelanggaran berulang, terutama di daerah 3T yang lemah pengawasan.
“Kita bicara dana negara untuk rakyat miskin. Kalau dibiarkan, ini akan terus berulang dan menciptakan ketidakadilan struktural. Penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, siapa pun pelakunya,” pungkas Bambang.