Halmahera Selatan Nalarsatu.com – Ketua Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Bacan, Ferawati Samsir, angkat suara terkait kasus dugaan pencabulan sesama jenis terhadap tiga siswa SMA Negeri di Kecamatan Obi, Halmahera Selatan. Ia menilai kasus ini bukan hanya bentuk kejahatan seksual terhadap anak, tapi juga mencerminkan kegagalan sistem perlindungan anak di tingkat lokal.
“Kami sangat prihatin. Ini bukan sekadar kejahatan individu, tapi sudah menjadi darurat perlindungan anak. Sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak, bukan malah menjadi ruang kekerasan,” tegas Ferawati saat diwawancarai Nalarsatu.com, Selasa (8/7/2025).
Ferawati menyebut bahwa trauma psikologis yang dialami para korban bisa berdampak jangka panjang, bahkan memengaruhi masa depan pendidikan dan kepercayaan diri mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Anak-anak ini tidak hanya terluka secara fisik, tapi juga psikis. Trauma yang mereka alami bisa berlangsung bertahun-tahun jika tidak ditangani dengan pendampingan serius,” tambahnya.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap tenaga pendidik dan kurangnya ruang aman bagi siswa untuk melapor ketika mengalami pelecehan.
“Kita perlu sistem pengawasan yang ketat terhadap guru dan fasilitas pengaduan yang benar-benar aman dan dipercaya siswa. Harus ada reformasi di sektor pendidikan agar kasus seperti ini tidak terulang.”
Ferawati, mendesak aparat penegak hukum Kapolres Halmahera Selatan AKBP Hendra Gunawan dan Kapolda Maluku Utara Brigjen Waris Agono untuk segera menangkap pelaku dan menindak tegas agar menjadi efek jera, kasus ini di tangani oleh Polsek Obi suda cukup lama. Ia juga meminta pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan lembaga perlindungan anak turun tangan menangani korban secara serius.
“Kohati mendukung penuh upaya hukum para keluarga korban. Kami menolak segala bentuk penyelesaian kekeluargaan. Negara tidak boleh kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak,” ujarnya (Red/Ir)