Oleh : Siti Aulia Hamja (Anggota Forum Insan Cendikia Sektor UMMU)
Aku duduk di sudut kamar kosan ini, tempat cahaya lampu neon dari luar menyusup melalui celah jendela. Keheningan bukanlah tidak ada suara itu seperti tekanan berat di dada, seperti napas yang terhenti. Kesunyian membuatku terjebak, mendorongku ke dalam celah-celah kesendirian yang tak berakhir. Di luar, kota masih ramai motor berlalu-lalang, suara tetangga kamar kosan tertawa, tapi di sini, di kamar kosan sempit ini, hanya aku dan bayanganku yang panjang di dinding kosong.
Aku ingat bagaimana semuanya mulai. Dulu, rumah di kampung penuh suara ayah memanggil untuk makan, ibu menyanyi di dapur, adik-adik berlari-larian. Sekarang, aku di kota ini, tinggal di kosan murah dekat kampus. Kosan ini milik ibu yang tak ingin ku sebut namanya selalu mengingatkan untuk bayar sewa tepat waktu. Tapi malam-malam seperti ini, kosan terasa seperti penjara pribadi. Aku mahasiswa semester lima jurusan ilmu kesehatan,kadang pikiran ku selalu melayang ke rumah?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Malam ini, keheningan terasa lebih dalam. aku coba mencari lagu yang pas tapi lagunya suasananya tidak ada yang cocok dan tepat. dalam pikiranku “Apa yang kau cari, Aulia?” tanyaku pada bayangan.
Bayangan tidak jawab, hanya bergoyang di bawah cahaya lampu yang redup. Namaku aulia, tapi di kosan ini, aku seperti orang asing. Teman-teman sekelas sibuk dengan kelompok studi atau pacaran, tapi aku? Aku pulang ke kosan sendirian, makan mie instan, lalu tidur.
Aku berdiri, berjalan ke teras kosan. Kota di luar terlihat hidup, tapi aku merasa seperti hantu di antara mereka. Orang-orang berjalan berpasangan, tertawa, berbagi rahasia. Aku pernah seperti itu, dulu, Dengan temanku. Kami janji akan kuliah bersama, tapi dia pilih universitas lain. Sekarang, dia bahagia di kota sebelah, posting foto di media sosial. Aku kirim pesan, tapi jarang dibalas. “Aku lelah menunggu kau keluar dari kegelapanmu,” katanya dulu. Sekarang, kegelapan itu temanku, satu-satunya yang setia di kosan ini.
Kesunyian mulai berbicara. Bukan dengan kata-kata, tapi dengan dorongan pelan. “Lihat dirimu,” katanya. “Kau yang membuat dirimu terjebak.” Aku duduk lagi, memegang foto lama dari hp. Wajahku di sana, tersenyum di acara wisuda SMK, tapi mata itu kosong. Apa yang terjadi padaku? Hidup ini seperti labirin, dan aku tersesat di tengahnya, dikelilingi dinding keheningan kosan.Seingat ku ujian kemarin aku tidak gagal, hanya saja nilaiku berkurang dan ada dosen bilang, “aulia” kau punya potensi loh, tapi sering sekali banyak melamun.” Melamun tentang apa? Tentang rumah, tentang ekonomi, tentang impian ku menjadi seseorang sukses.
Di celah-celah keheningan itu, aku mulai mendengar suara lain. Bukan suara luar, tapi dari dalam. Suara yang berbisik tentang apa yang hilang: cinta, tujuan, harapan. Aku coba menulis di buku harian, tapi kata-kata terasa kosong. “Keheningan adalah musuh,” tulisku, tapi pena jatuh, dan keheningan menelan semuanya. Aku pikir tentang masa depan lulus kuliah, cari kerja, pulang ke kampung. Tapi di kosan ini, semuanya terasa jauh. Sewa yang sering sekali ku terlambat bayar begitu juga uang saku dari orang tua yanghabis untuk makan. Aku bahkan jarang keluar, takut bertemu teman yang sukses.
Tiba-tiba, aku merasa sedikit sesak napas. Aku keluar kamar, duduk di teras. Udara malam dingin, tapi keheningan ikut denganku. Di bangku tua, aku duduk, menatap langit. Bintang-bintang berkedip, seolah mengajak bicara. “Kau bukan sendirian,” mereka seakan berkata. Tapi aku tahu itu bohong. Kesendirian adalah pilihan ku, tapi juga kutukan. Aku ingat hari ulang tahun ku kemarin tak ada yang ingat, bahkan ibu hanya kirim pesan singkat. “Semangat kuliahnya, Nak.” Aku balas, tapi hatiku sakit.
Aku kembali ke kamar kosan, tapi kali ini dengan tekad. Aku akan keluar dari sudut ini. Besok, aku akan ikut forum atau apapun itu. Keheningan tidak boleh menang. Tapi saat aku berbaring di kasur tipis, keheningan kembali, membuatku terjebak lagi. “Kau akan selalu sendirian,” bisiknya. Aku tutup mata, berharap pagi membawa cahaya. Tapi dalam hati, aku tahu kesunyian adalah bagian dari aku, celah yang tak pernah terisi. Di kosan ini, aku aulia mahasiswa biasa, terjebak dalam keheningan sendiri.







