Ternate, Nalarsatu.com – Ketua Umum Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Maluku Utara, Sahrul N. Manan, mengecam keras kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang anak perempuan kelas 3 SD di Kecamatan Tidore Timur. Korban diduga dilecehkan oleh pria berinisial S, seorang lansia berusia 70 tahun yang kini menjadi sorotan publik dan memicu kemarahan luas di masyarakat. Kasus yang melibatkan anak di bawah umur ini mendapatkan respons cepat dari berbagai organisasi mahasiswa, aktivis perempuan, hingga masyarakat sipil karena dinilai sebagai tindakan tidak beradab yang mencederai rasa kemanusiaan.
Dalam pernyataannya, Sahrul menegaskan bahwa pelecehan seksual terhadap anak merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi dalam situasi apa pun. Ia menyatakan bahwa LMND Malut berdiri tegak membela korban dan keluarganya serta mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polresta Tidore Kepulauan, untuk segera memproses kasus ini secara profesional, cepat, dan tanpa intervensi dari pihak mana pun. Menurutnya, publik harus mengetahui bahwa hukum Indonesia telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan tidak ada alasan bagi aparat untuk menunda atau memperlambat prosesnya.
Secara hukum, pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 82 yang mengatur bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak dikenai pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp5 miliar. Selain itu, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022 turut mengatur pemberatan hukuman, pemantauan terhadap pelaku, kewajiban rehabilitasi, serta perlindungan dan pemulihan bagi korban. Meskipun pelaku berusia lanjut, keadaan tersebut tidak menghapus pertanggungjawaban pidananya, sebab kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak pidana serius yang tetap wajib ditindak dengan hukuman maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
LMND Malut dalam sikap resminya juga menyoroti bahwa sejumlah kasus kekerasan seksual di Maluku Utara sering kali tidak mendapat penyelesaian yang memadai. Proses hukum yang lambat, pendampingan korban yang minim, hingga lemahnya komitmen aparat kerap menjadi alasan mengapa banyak kasus berhenti tanpa kejelasan. Karena itu, Sahrul menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual di Tidore Timur harus menjadi peringatan sekaligus momentum bagi pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan semua pihak yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak untuk memperbaiki sistem hukum, layanan korban, serta langkah-langkah pencegahan ke depan.
“Anak adalah masa depan Maluku Utara. Negara wajib hadir untuk melindungi, bukan justru membiarkan mereka menjadi korban kekerasan seksual. Kami mendesak agar kasus ini diproses dengan transparan dan pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku,” tegas Sahrul dalam pernyataannya. Ia juga menambahkan bahwa LMND Malut akan mengawal kasus ini sampai tuntas dan memastikan korban mendapatkan keadilan, perlindungan, serta pemulihan yang layak.
Dengan sikap tegas ini, LMND Malut berharap kasus pelecehan seksual di Tidore Timur dapat menjadi titik balik bagi peningkatan kesadaran publik dan keseriusan penegakan hukum di Maluku Utara. Tidak boleh ada lagi ruang bagi pelaku kekerasan seksual, terutama terhadap anak, untuk lolos dari hukuman atau berlindung di balik usia dan pengaruh sosial. Keadilan harus berdiri untuk korban. (Red/BM)







