Kawasi,Nalarsatu.com – Upaya mediasi yang dilakukan secara kolaboratif oleh BARAH (Barisan Rakyat Halmahera Selatan), Babinsa Kawasi, dan Pemerintah Desa Kawasi akhirnya membuahkan hasil. Perselisihan lahan antara Hamid Hasan dan pihak LA Harita Group di area Akelamo diselesaikan secara damai setelah dialog panjang dan terbuka.
Pertemuan mediasi digelar di Balai Desa Kawasi pada Senin (24/11/2025), berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 12.00 WIT. Suasana pembahasan berjalan kondusif, dipimpin Kaur Pemerintahan Desa Kawasi, Bambang Bakir, serta dihadiri Babinsa Kawasi, Ketua BARAH Ady Hi. Adam, pihak ahli waris, dan perwakilan LA Harita Billy, yang memberikan penjelasan teknis terkait batas areal kerja pembangunan bendung.

Menurut Pemdes Kawasi, akar sengketa bermula dari perbedaan pemahaman mengenai batas lahan yang telah dibeli pihak Harita dari penjual awal, serta posisi lahan keluarga Hamid Hasan yang berbatasan langsung dengan iju. Kurangnya klarifikasi bersama membuat perbedaan persepsi berkembang menjadi kesalahpahaman antara pihak Harita, ahli waris, dan penjual awal iju.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah menerima laporan warga, kami langsung mengundang BARAH, Babinsa, dan pihak LA Harita agar persoalan ini diselesaikan secara terbuka dan adil,” jelas Bambang Bakir.
Babinsa Kawasi menegaskan bahwa kehadirannya bertujuan menjaga keamanan jalannya dialog agar seluruh pihak dapat berbicara leluasa tanpa tekanan.
Perwakilan LA Harita, Billy, menyampaikan klarifikasi teknis mengenai posisi lahan dan batas area kerja pembangunan bendung.
“Kami hadir untuk memastikan tidak terjadi salah tafsir. Prinsip kami mendukung penyelesaian damai dan transparan,” ujarnya.
Di balik suasana damai pertemuan, Ketua BARAH Adi Hi. Adam menyampaikan sedikit kekecewaan karena Kepala Desa Kawasi Arifin Siroa dan Sekretaris Desa Frans Datang tidak hadir dalam mediasi tersebut. Menurutnya, kedua pejabat itu semestinya punya peran sentral dalam penyelesaian masalah tanah di wilayahnya.
“Ini persoalan pokok yang menyangkut masyarakat. Kepala Desa dan Sekretaris Desa seharusnya hadir dan berperan, bukan justru tidak tampak. Jangan sampai kesan yang muncul seolah melepas tangan,” tegas Adi.
Ia menekankan bahwa pemerintahan desa adalah garda terdepan yang paling memahami kondisi sosial warga dan tidak boleh absen ketika ada persoalan krusial seperti sengketa lahan.
Setelah dua jam dialog, kedua pihak akhirnya sepakat berdamai dan menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan. Kesepakatan itu ditandai dengan jabat tangan dan komitmen menjaga situasi tetap kondusif.

Sebagai tindak lanjut, tim gabungan sepakat turun langsung ke lokasi lahan pada pukul 15.00 WIT untuk melakukan pengukuran batas lahan secara terbuka.
Tim yang turun ke lapangan terdiri dari, pihak LA Harita (Billy dan tim teknis), pihak ahli waris Hamid Hasan dan Iju. Koramil/Babinsa Kawasi, pengurus BARAH dan Kaur Pemerintahan Desa.
Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan batas lahan yang sebenarnya, sekaligus mencegah kesalahpahaman serupa di kemudian hari.
Kaur Pemerintahan Desa Kawasi, Bambang Bakir, berharap penyelesaian damai ini menjadi contoh bahwa persoalan lahan dapat dirampungkan melalui musyawarah terbuka dan transparan, terutama di tengah proyek pembangunan bendung yang melibatkan banyak pihak.
“Ini menjadi pelajaran bersama bahwa dialog adalah jalan terbaik. Tidak semua perbedaan harus berakhir konflik,” tutupnya.(red)







