Kawasi Pulau Obi, Nalarsatu.com – Ketua BARAH, Adi Hi. Adam, mengeluarkan pernyataan keras terkait kondisi transportasi di Desa Kawasi, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan ecovillage maupun Kawasi Lama yang hingga kini masih bergantung penuh pada akses laut.
Menurut Adi, hasil pemantauan langsung BARAH dan sejumlah awak media selama beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat Kawasi sangat ditentukan oleh keberadaan transportasi cepat, khususnya spid boat yang menghubungkan Kawasi dengan pulau-pulau sekitar di gugus Obi hingga wilayah Bacan.
Namun hingga hari ini, spid boat yang melayani masyarakat berlabuh tanpa pelabuhan yang layak, tepat di kawasan Kawasi Lama, yang justru membuat aktivitas bongkar muat penumpang berada dalam situasi berbahaya baik ketika cuaca bersahabat maupun saat terjadi gelombang tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jangan salahkan masyarakat yang tidak mau pindah ke ecovillage jika fasilitas dasar tidak dipenuhi. Transportasi adalah urat nadi ekonomi mereka. Selama pelabuhan spid belum dibangun, maka perpindahan aktivitas ekonomi ke kawasan baru tidak akan terjadi,” tegas Adi Selasa (25/11).
Adi mengungkapkan bahwa BARAH dan masyarakat masih ingat dengan jelas adanya kesepakatan pembangunan pelabuhan spid boat di kawasan ecovillage yang pernah dijanjikan melalui CSR Harita beberapa bulan lalu. Karena itu, BARAH berkomitmen akan terus mengawal tuntutan tersebut.
“Ini bukan tuntutan baru. Ini janji Harita. Sudah disepakati di kantor CSR. Tinggal dilaksanakan!” ujar Adi.
BARAH juga mendesak Tim Terpadu Relokasi Kawasi, yang dibentuk melalui Perbup 72 Tahun 2023, untuk tidak hanya fokus pada pemindahan fisik warga, namun juga pemenuhan fasilitas penopang ekonomi di kawasan baru.
“Pembangunan pelabuhan spid, shelter ekonomi, dan fasilitas pendukung lainnya harus masuk prioritas. Bagaimana masyarakat mau hidup layak kalau pintu ekonomi mereka tidak tersedia?” tanya Adi.
Keraguan masyarakat untuk pindah ke ecovillage juga diperparah oleh lambatnya pengurusan legalitas rumah di kawasan baru. Menurut Adi, ketidakpastian status kepemilikan membuat warga ragu melepas rumah dan tanah di Kawasi Lama.
“Rumah tanpa legalitas itu bukan solusi. Pemerintah daerah dan Harita harus lebih jeli. Penuhi dulu kebutuhan dasar dan kepastian hukum.”
Terkait isu kuota karyawan cuti yang lebih memilih kapal khusus milik Harita daripada spid reguler milik masyarakat, Adi menilai persoalan ini muncul karena ketiadaan pelabuhan resmi.
Menurutnya, jika pelabuhan spid dibangun di ecovillage, maka akses karyawan ke transportasi rakyat akan otomatis meningkat.
“Harga spid milik warga jauh lebih murah dibanding kapal Harita. Kalau pelabuhan ada, karyawan pasti kembali pakai jasa masyarakat. Ini menyangkut keadilan ekonomi!”
Di akhir pernyataannya, Adi menegaskan bahwa BARAH tidak akan mundur dalam mengawal pembangunan pelabuhan spid boat dan seluruh tuntutan yang telah disampaikan sejak Jilid 1 dan 2 aksi mereka.
“Pelabuhan spid bukan keinginan tambahan ini kebutuhan hidup masyarakat Kawasi. Dan kami akan pastikan tuntutan ini tidak lagi dipinggirkan.” (red)







