LABUHA,Nalarsatu.com – Aksi unjuk rasa yang digelar puluhan warga dari Front Perjuangan Masyarakat Pulau Makian berakhir ricuh di dua lokasi berbeda di Halmahera Selatan, Rabu, 7 Mei 2025. Massa memprotes lambannya penyelesaian proyek jalan hotmix yang telah berjalan hampir dua tahun di wilayah Kecamatan Pulau Makian.
Kericuhan pertama terjadi sekitar pukul 10.00 WIT di depan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Halmahera Selatan. Massa memaksa masuk ke area kantor, terlibat saling dorong dengan petugas Satpol PP dan aparat kepolisian yang berjaga. Beberapa peserta aksi mencoba membakar ban bekas, namun berhasil digagalkan petugas.
Tidak puas dengan tanggapan awal, massa kemudian bergerak ke Kantor Bupati Halmahera Selatan di kawasan Karet Putih, Bacan Selatan. Situasi kembali memanas ketika demonstran menerobos penjagaan petugas dan melanjutkan aksi di dalam area kantor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apa yang kami hadapi selama hampir dua tahun ini adalah ketidakpastian. Jalan-jalan kami rusak, debu beterbangan, anak-anak kami sakit, aktivitas warga terganggu. Pemerintah harus hadir dan segera menyelesaikan proyek ini,” kata Mursal Hamir, Koordinator Aksi Rabu (7/5).
Aksi unjuk rasa tersebut berfokus pada percepatan penyelesaian jalan hotmix di empat desa: Gitang, Kyowor, Matantantengin, dan Sangapati. Masyarakat menilai proyek yang tak kunjung rampung mencerminkan buruknya tata kelola infrastruktur daerah.
Situasi baru mulai kondusif setelah Bupati Halmahera Selatan, Bassam Kasuba, turun langsung menemui massa dan menggelar dialog terbuka. Dalam kesempatan itu, Plt Kepala Dinas PUPR, M. Idham Pora, menyatakan bahwa progres proyek telah mencapai 53 persen dan sedang dalam proses pencairan anggaran lanjutan.
“SPM (Surat Perintah Membayar) sudah diterbitkan. Sekitar Rp900 juta telah disiapkan untuk pencairan tahap berikutnya. Kami berharap pekan depan pelaksana proyek kembali bekerja di lapangan,” kata Idham. Ia juga menambahkan bahwa tambahan anggaran sebesar Rp5 miliar telah diajukan dalam APBD 2025.
Namun aksi tak berlangsung damai. Sejumlah peserta aksi mengalami luka ringan akibat insiden dorong-mendorong. Salah satunya adalah Sartono Halik, Ketua DPD Gerakan Pemuda Marhainesme (GPM) Maluku Utara, yang mengaku menjadi korban kekerasan aparat.
“Saya ditarik hingga terjatuh oleh petugas kepolisian saat hendak menyampaikan aspirasi. Padahal tugas mereka mengawal, bukan menghalangi rakyat yang ingin bicara soal kepentingan dasar seperti jalan,” ujar Sartono kepada wartawan.
Hal serupa dialami oleh Bung Harmain Rusli, Ketua DPC Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Halmahera Selatan. Ia mengaku menjadi korban tindakan represif dari oknum Satpol PP dan aparat kepolisian saat aksi berlangsung. “Baju saya sampai sobek. Ini bentuk kekerasan yang tak bisa ditoleransi. Pelakunya harus diproses secara hukum,” ujar Harmain pada Nalarsatu.com Rabu (7/5/2025).
Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap massa aksi harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. “Kami tidak akan diam. Ini harus menjadi atensi Kapolres dan Kepala Satpol PP. Saya mendesak Bupati Halmahera Selatan untuk segera mengevaluasi petugas yang bertindak di luar prosedur,” ujarnya dengan nada tegas. (red/ir)