Ternate, Nalarsaru.com – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Nahdlatul Ulama Maluku Utara (UNUTARA), Risman Taha, angkat suara terkait kasus penangkapan 27 warga adat Maba Sangaji, Kabupaten Halmahera Timur. Dari jumlah tersebut, 11 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Jambula, Kota Ternate, meskipun proses penangkapannya sempat ditolak secara hukum oleh Pengadilan Negeri Soasio, Tidore.
Risman menduga kuat bahwa kriminalisasi terhadap warga adat ini merupakan bagian dari konspirasi negara yang melibatkan kekuasaan politik dan kepentingan korporasi, khususnya dalam upaya melegalkan aktivitas pertambangan di wilayah adat Halmahera Timur. Ia juga menyoroti diamnya Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur, yang dianggap tidak menunjukkan keberpihakan terhadap warganya sendiri.
“Putusan pengadilan sudah jelas menolak mekanisme penangkapan tersebut, tapi 11 warga adat tetap dijadikan tersangka. Ini bukan sekadar ketidakadilan, tapi skenario sistematis untuk menyingkirkan masyarakat adat demi investasi tambang,” ujar Risman kepada media, Rabu (26/6/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Risman menuding Bupati Halmahera Timur Ubaid Yakub, Wakil Bupati Anjar Taher, serta DPRD sebagai pihak yang turut terlibat secara struktural dalam pembiaran kasus ini. Ia menyebut bahwa tidak ada satu pun dari ketiganya yang menyampaikan pernyataan atau upaya pembelaan terhadap ke-11 warga adat yang kini masih ditahan.
“Kalau kita pakai teori Lewis Coser tentang konflik sosial, maka siapa yang diam dalam konflik, juga ikut terlibat. Diamnya bupati, wakil bupati, dan DPRD adalah bentuk keterlibatan. Mereka sudah gagal menunjukkan tanggung jawab moral dan politik,” tambah Risman.
Risman, yang juga merupakan putra asli Halmahera Timur, mengaku kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin daerahnya. Ia menyatakan bahwa masyarakat kini tidak bisa lagi berharap pada pemerintah daerah yang justru berpaling saat rakyat ditindas.
“Saya secara pribadi tidak lagi menaruh harapan terhadap Bupati, Wakil Bupati, dan DPRD Halmahera Timur. Diam mereka adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Kita harus bersuara, sebab diam artinya tunduk pada ketidakadilan,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kasus yang menimpa warga adat Maba Sangaji.
Kasus ini memicu kecaman dari berbagai kalangan mahasiswa dan aktivis di Maluku Utara. Mereka menilai kriminalisasi terhadap masyarakat adat sebagai bentuk penindasan terhadap hak-hak konstitusional warga negara yang membela tanah leluhur mereka dari ancaman eksploitasi tambang. (Red/BM)