Sula, Nalarsaru.com – Inspektorat Kabupaten Kepulauan Sula memiliki tanggung jawab konstitusional sebagai pengawas internal dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah. Tugas ini mencakup audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan pemeriksaan terhadap seluruh perangkat daerah guna memastikan setiap kebijakan dan program dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pernyataan Kepala Inspektorat yang disampaikan melalui media Aksara Malut menjadi sorotan serius mahasiswa Pas-Ipa. Respons tersebut dipandang bukan sebagai penutup persoalan, tetapi sebagai titik awal untuk menjalankan fungsi audit secara menyeluruh terhadap proyek pembangunan Masjid Desa Pas-Ipa, Kecamatan Mangoli Barat, yang saat ini diduga kuat mengalami kemacetan alias mangkrak. Media adalah ruang kontrol sosial, bukan ruang basa-basi, dan sudah seharusnya setiap tanggapan di media dijadikan dasar tindakan konkret.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 209 ayat (2), ditegaskan bahwa Inspektorat merupakan salah satu perangkat daerah yang memiliki kewenangan penuh dalam pengawasan pemerintahan. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang memperinci tugas, fungsi, dan tanggung jawab Inspektorat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembangunan Masjid Pas-Ipa sendiri telah melalui tiga tahap anggaran. Tahap pertama senilai Rp 300 juta, tahap kedua lebih dari Rp 200 juta, dan tahap ketiga yang bersumber dari APBD Tahun 2024 sebesar Rp 626.814.686. Ironisnya, justru pada tahap ketiga ini pekerjaan diduga kuat mangkrak. Hingga saat ini tidak ada laporan transparan dari pemerintah desa maupun pihak teknis pelaksana yang dapat menjelaskan secara utuh penggunaan anggaran tersebut. Kondisi ini memicu kekecewaan dan kecurigaan publik.
Atas dasar itu, mahasiswa Pas-Ipa mendesak agar seluruh aktivitas pembangunan masjid dihentikan sementara, hingga Inspektorat Kepulauan Sula menyelesaikan audit secara menyeluruh dan membuka hasilnya kepada publik. Pembangunan rumah ibadah tidak boleh dibiarkan dalam situasi abu-abu, apalagi jika menyangkut uang rakyat dalam jumlah besar.
Selain Inspektorat, Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) juga memiliki tanggung jawab langsung dalam proyek ini. Kesra selama ini menjadi pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran, penggalangan dana, pengelolaan keuangan, serta pengawasan teknis pembangunan rumah ibadah. Oleh karena itu, Kesra juga wajib membuka seluruh dokumen dan laporan pertanggungjawaban kepada publik. Tanggung jawab ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang mengatur bahwa penyelenggaraan kegiatan sosial, termasuk pembangunan masjid, harus memenuhi prinsip keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas.
Terkait situasi ini, Azwan Mayau, mantan Ketua Umum IPMP periode 2022–2023, memberikan komentar tegas
“Kita kecewa karena rumah ibadah dijadikan proyek yang penuh tanda tanya. Kalau anggaran tahap pertama dan kedua bisa jalan, kenapa tahap ketiga justru mangkrak dengan nilai yang lebih besar? Ini bukan soal gagal bangun, tapi soal jujur. Inspektorat tidak bisa hanya komentar, tapi harus bertindak. Kesra juga jangan diam. Kalau semuanya saling diam, jangan salahkan kami kalau sampai bertindak.”
Bagi mahasiswa Pas-Ipa, masalah pembangunan masjid harus segera diselesaikan. Dengan ini ditegaskan kepada Inspektorat audit harus dilakukan. Pekerjaan dihentikan sementara. Dan pihak yang terbukti terlibat harus diproses secara hukum. (Red/BM)