HALMAHERA SELATAN,Nalarsatu.com – Hari Buruh Internasional 2024 menjadi hari suram bagi tiga eks pekerja tambang di Halmahera Selatan. Bukan kenaikan upah atau perlindungan kerja yang mereka terima, melainkan pemecatan mendadak tanpa alasan, tanpa kompensasi, dan tanpa perlakuan adil.
Pemutusan hubungan kerja dialami Endang La Hara, Eko Sugianto Sangka, dan Sardi Alham. Ketiganya dipecat oleh PT Wanatiara Persada hanya beberapa hari sebelum May Day. Surat keputusan pemutusan kerja tertanggal 4 Mei 2024 hari yang ironis karena mereka terima tanpa peringatan ataupun penjelasan.
“Kami diberhentikan begitu saja. Tidak ada dialog, tidak ada keadilan. Pemerintah diam, perusahaan lepas tangan,” kata Sardi Alham kepada Nalarsatu.com, Kamis, 1 Mei 2025. “Hari ini, saya cuma ingin tahu, apakah DPRD masih punya keberanian berdiri di sisi buruh?”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketiganya mengaku tidak pernah dipanggil untuk klarifikasi sebelum menerima surat pemutusan kerja. Prosedur normatif yang seharusnya dilalui oleh perusahaan pun tak dijalankan.
“Tidak ada pembicaraan, tidak ada hak yang dibayarkan. Kami seperti angka yang bisa dihapus seenaknya,” tutur Sardi. Ia menambahkan, di balik nasib mereka ada keluarga yang terdampak langsung dari keputusan sepihak itu.
Dengan kepercayaan yang menipis terhadap perusahaan dan pemerintah, ketiganya kini mengarahkan sorotan pada DPRD Halmahera Selatan, terutama kepada ketuanya. Mereka mendesak lembaga wakil rakyat itu memanggil pihak perusahaan dan menyelidiki dugaan pelanggaran ketenagakerjaan.
“Kami tidak menuntut banyak. Kami hanya ingin Ketua DPRD, Hj. Salma Samad, dan seluruh Anggota DPRD menunjukkan bahwa mereka berpihak kepada rakyat,” ujar Endang La Hara melalui pesan WhatsApp, Kamis (1/5). “Kalau dewan juga bungkam, ke mana lagi kami harus mengadu?” tambahnya, menyiratkan keputusasaan atas kurangnya respon dari lembaga legislatif.
Sardi menyebut pemecatan mereka bukan kasus tunggal. Ia menilai akar persoalan ada pada industri tambang yang selama ini disebutnya sarat kepentingan dan konflik. Ia merujuk pada ketegangan sosial serta masalah lingkungan yang berulang di sekitar wilayah operasi tambang.
“Ini bukan cuma soal PHK kami. Ini tentang bagaimana tambang menjadi sumber ketimpangan yang terus dijaga oleh diamnya lembaga-lembaga negara,” kata Sardi Kamis (1/5/2025).
Suara Kecil di Hari Besar
Meski tak menggelar aksi turun ke jalan, para mantan pekerja menyuarakan protes dalam bentuk yang lebih sunyi. Lewat wawancara pada momen May Day, mereka mengingatkan bahwa Hari Buruh semestinya menjadi pengingat tanggung jawab negara pada rakyat pekerja.
“Kami tidak lagi percaya pemerintah. Tidak percaya perusahaan. Hari ini, hanya DPRD yang tersisa. Kalau mereka pun tak peduli, kami benar-benar sendiri,” pungkas Sardi.