Oleh : Muhammad Wahyudin –Sekertaris Jenderal Himpunan Pelajar Mahasiswa Maba Tengah (HIPMMAT) Periode 2023-2024
IMPLEMENTASI pendidikan di Maluku Utara adalah mengembangkan daya penalaran dan kreativitas manusia guna menyelaraskan dengan zaman yang terus mengalami perkembangan yang sangat pesat. Selain hal tersebut, poin yang menjadi titik sasarannya adalah membangun kepribadian yang kelak dalam pengembangan kemajuan masyarakat, yang terlibat dalam sistem hukum, ekonomi, sosial dan politik. Tidak lah mungkin dapat menjadi maju jika sistem pendidikan tidak lah ada, atau setidak-tidaknya pendidikan yang berjalan sebagai penopang kebudayaan dan masyarakat maluku utara.
Hal yang utama dalam pendidikan adalah membangun kepribadian individu sebagai proses pembinaan dalam relasinya dengan masyarakat. Kepribadian sebagai karakter kebudayaan yang kelak individu dan masyarakat Maluku Utara bahu-membahu dalam membangun bangsanya. Jika kepribadian bukan menjadi tolak ukur utama dalam pendidikan, maka yang terjadi adalah sekolah dan kesarjanaan hanya sebagai alat untuk ilmu, bukan sebagai ilmu untuk beramal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Budaya yang melahirkan karakteristik, nilai-nilai positif, perinsip, dan tujuan dalam membentuk pola pikir dan pola laku hidup, baik secara individu atau masyarakat Maluku Utara. Kiprah pendidikan menjadi benteng untuk menjawab tantangan atau perkembangan sains, teknologi dan industri ekstraktif.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dapat kita lihat potensi besar yang ada di Maluku Utara baik itu sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, titik berangkatnya adalah kepribadian yang perlu dibangun sebagai pondasi awal dalam pembentukan karakter individu dan masyarakat Maluku Utara secara kolektivitas. Sebagaimana Muthahhari mengatakan; “Dipandang dari sisi sebagaimana sasaran utama pendidikan maupun dari sisi kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka membentuk kepribadian sanggatlah penting”.
Masalah yang menyedihkan terjadi di kalangan peserta didik dalam lingkup tingkatan paling dasar TK/Paud sampai Dengan SMA/MA sebagai lembaga pendidikan yang diakui di wilayah MalukuUtara, apakah guru dapat memberikan suatu didikan dalam pengembangan kepribadian pesrta didik di maba tengah ?. Yang di mana sekolah atau pendidikan saat ini lebih dari pada dominasi profit dan kesenjangan sosial. Lebih dari itu, sistem pendidikan kita lebih bernuansa instrumentalis industri dari pada membangun kepribadian. Ditambah lagi, soal dalam pengajaran itu terdapat suatu sistem yang mengembangkan potensi nalar peserta didik dalam menganalisis studi kasus ilmu pengetahuan yang diberikan guru ?. Ternyata pada faktanya hampir sebagian besar tidak.
Masalahnya, jika pengembangan nalar tidak menjadi suatu sistem yang dapat diberikan oleh guru kepada peserta didik di Maluku Utara. Maka ilmu pengetahuan tentunya tidak dapat berkembang dan lebih lagi peserta didik tidak akan mampu menghadapi realitas sosial yang terjadi. Sebab pendidikan tidak menyediakan kurikulum dalam pengembangan potensi akal. Pada akhirnya, peserta didik dalam tingkatan pendidikan mengalami subjek yang pasif, kaku, dan mengalami ketertinggalan dalam teori-teori atau ilmu pengetahuan yang ia dapatkan di dalam pendidikan dan itu terjadi di Maluku Utara. Suatu ironis yang sangat menyedihkan, ditambah lagi Ketika arah pendidikan hanya berlabel bangunan mewah tanpa adanya produksi pengetahuan dan pengembangan daya nalar yang kritis.
Di Tengah arus globalisasi yang kian masif dan kemajuan ilmu pengetahuan sains dan teknologi, dapatkah pendidikan kita (Maluku Utara) bersaing secara global dan menciptakan produk ilmu pengetahuan sains dan teknologinya sendiri? Ini sukar dan abstrak untuk di jawab.
Pengaruh perkembangan industri ekstraktif dan teknologi yang diproduksi oleh kapitalisme dengan semangat kemajuan yang menjadi keunggulan mereka. Pendidikan di Maluku Utara telah di kapitalisasi sehingga sebagian besar tenagga pendidik keluar dari perinsip dan tujuan pendidikan, yang berbasis kebudayaan dan kultur masyarakat Maluku Utara. Sehingga sistem pendidikan dapat dipengaruhi olehnya (Kekuasaan). Sebab, kapitalisme yang menjadi tonggak utama dalam mengelola hasil dari temuan-temuan ilmu pengetahuan, sehingga pola pikir dan pola laku peserta didik telah di tentukan oleh sekolah sehingga pendidikan keritis di batasi (Anti keritik).
Di samping itu, mereka juga memberikan suatu sistem pendidikan dengan diarahkan pada industri ekstraktif dan menghasilkan tenaga kerja dari sekolah. Hasilnya pendidikan yang memang menjadi semangat untuk membangun kepribadian dan menciptakan ilmu pengetahuan guna bermanfaat bagi masyarakat, malah menjadi ladang yang basah bagi kapitalisme yang menentukan sistem pendidikan (Tunduk pada Kebodohan). Mereka membawa pengaruh pikiran yang diterapkan pada peserta didik, pengaruh itu yang menjadikan peserta didik menjadi satu dimensi pikiran yakni, budaya positivisme empiris.
Sehingga pendidikan dalam cakupan kekuasaan menyeluruh menghasilkan manusia-manusia yang kaku berpikir, tidak berkembang dan pasif terhadap fakta yang diakibatkan pengaruh positivisme yang lebih menekankan fakta ketimbang kreasi dan penalaran dari fakta-fakta. “Apa yang dilahirkan dari Rahim kapitalisme adalah culture of positivism dan rasionalitas teknokratik/ instrumental, satu bentuk budaya dan model berpikir yang berpengaruh atas laju arah pendidikan. Karena ilmu yang disampaikan kepada peserta didik dalam budaya ini adalah ilmu yang mengorientasikan mereka untuk beradaptasi dengan dunia masyarakat industri”.
Melihat fakta-fakta empiris pendidikan di Maluku Utara terlihat beku dan kaku sehingga memaksa manusia pasif dalam menerima ilmu pengetahuan tanpa mempertanyakan fakta-fakta tersebut. Pada akhirnya ini lah suatu pola mematikan nalar dan karakter manusia dalam mengembangkan potensi berpikir kritisnya.
Peserta didik hanya menerima dari apa yang diperolehnya dari guru tampa ada pengembangan ilmu pengetahuan lebih jauh, sebab sikap ini dengan pengaruh rasio instrumental tidak memberikan daya kritis dan penalaran yang mendalam.“Bentuk kontrol sosial dalam masyarakat industri tidaklah didasarkan pada aspek fisik atau paksaan, tetapi melalui bentuk-bentuk penindasan yang halus dan canggih sehingga orang tidak sadar bahwa mereka tertindas dan tidak beranggapan bahwa kondisi seperti itu abnormal. Situasi seperti ini dimungkinkan terjadi karena terdegradasinya pemikiran kritis akibat ekspansi yang masif dari teknologi dan media”, tandas Nuryatno. Budaya industri ekstraktif telah merampas dan merasuki daya penalaran dan kritis manusia dalam wilayah pendidikan (MalukuUtara).
Tepatnya, manusia pada umumnya guru dan peserta didik telah terperangkap dalam budaya industri. Hal ini yang sedemikian rupa membentuk pola satu dimensi manusia yang fanatik dan anti keritik. Hal inilah yang melumpuhkan nalar kritis. Guru tidak lagi mampu membedakan yang nyata dan halusinasi, realitas atau dunia maya. Kritis ini menjadi suatu identitas yang telah menjadi perilaku dominan masyarakat Maluku Utara dan pendidikan. “Orang telah kehilangan kemampuan untuk membuat distingsi realitas dan fiksi, realitas dan simulasi, fakta sesungguhnya dan fakta yang didapatkan lewat media. Inilah tanda masyarakat telah kehilangan kapasitas kritisnya”, tutur Nuryatno.
Dalam pendidikan yang paling fundamental untuk dilakukan adalah mengembangkan potensi akal para peserta didik guna membangkitkan semangat kritisnya dalam mengimbah ilmu pengetahuan, agar tidak menjadi barang jadi dalam menerima ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, terdapat dua persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu dalam dunia pendidikan.
Pertama, pengembangan potensi akal dan potensi berpikir kreatif. Kedua, pengembangan kajian keilmuan. Kedua poin ini merupakan dasar pertama dimulai pendidikan, poin pertama merupakan daya untuk membangkitkan potensi akal agar para peserta didik mampu berpikir kreatif dalam memahami ilmu pengetahuan dan mengembangkannya atau setidaknya mereka dapat bersikap kritis terhadap hal tersebut.
Muthahhari memberikan argumentasi soal pembelajaran ilmu pengetahuan ”Yang dimaksud dengan ilmu ialah belajar dan mengambil Pelajaran, tetapi mengambil pelajaran saja tidak cukup, karena yang penting adalah berpikir atau menganalisis apa yang diambil”. Sebagai suatu metode kesadaran yang panting bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terlebih dahulu membentuk modal berpikir dan kritis bagi peserta didik. Sehingga pendidikan dapat membangun kesadaran penalaran untuk orientasi masa depan, dengan akal yang telah aktual, dapat memberikan penerangan dalam membaca masa depan. Sebab pendidikan bagi filsafat Islam, bukan hanya sekedar orientasi saat ini, tapi mengaktifkan daya visioner penalaran untuk menjangkau masa depan umat (Generasi Emas). (*)