Ternate, Nalarsatu.com – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menemukan adanya saldo piutang di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie yang tidak didukung dengan hasil verifikasi dari pihak BPJS Kesehatan. Temuan ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara Tahun 2022, Nomor: 22.A/LHP/XIX.TER/05/2023, tertanggal 19 Mei 2023.
Dalam resume LHP BPK dicatat bahwa saldo piutang BPJS Kesehatan sebesar Rp4.410.546.402,00 tidak didukung dokumen verifikasi dari pihak BPJS.
Dalam neraca unaudited per 31 Desember 2022, RSUD mencatat total piutang sebesar Rp 9.359.264.508,00, terdiri dari:
Piutang pelayanan (pasien umum, klaim BPJS, Jampersal, dan Jamkesda) Rp8.946.109.922,00 Piutang usaha lainnya (bagi hasil Kimia Farma Apotek): Rp35.954.586,00 Piutang lain-lain (pembayaran hotel petugas pelayanan Covid-19): Rp377.200.000,00 Namun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa piutang BPJS tersebut dicatat berdasarkan nilai pengajuan klaim awal, bukan nilai yang telah diverifikasi oleh pihak BPJS. Padahal, berdasarkan ketentuan, nilai tagihan BPJS Kesehatan yang sah hanya dapat ditetapkan setelah verifikasi dan dituangkan dalam berita acara resmi dari BPJS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sub Bagian Akuntansi dan Keuangan RSUD juga mengakui tidak memiliki dokumen hasil verifikasi tersebut. Bahkan, konfirmasi dari BPJS Kesehatan Cabang Ternate menunjukkan bahwa hingga akhir Desember 2022, seluruh klaim yang diajukan RSUD telah dibayarkan, dan BPJS tidak memiliki utang klaim kepada rumah sakit.
Selain piutang, BPK juga menemukan bahwa penyajian persediaan dan aset tetap RSUD Chasan Boesoirie tidak memadai. Dalam neraca unaudited per 31 Desember 2022, nilai persediaan rumah sakit tercatat sebesar Rp5.316.972.513,88. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa persediaan pada tiga depo apotek senilai Rp926.738.413,00 tidak dilaporkan. Pihak Instalasi Farmasi mengakui adanya kesalahpahaman dalam pencatatan, di mana barang yang telah keluar dari gudang tidak lagi dicatat, meskipun masih ada di apotek.
Akibatnya, nilai persediaan yang wajar dipertanyakan. Nilai persediaan yang tidak memadai tercatat sebesar Rp4.390.234.100,88.
Sementara itu, penyajian aset tetap juga dianggap tidak memadai dengan total temuan sebesar Rp10.903.964.250,00, dari total aset tetap dan aset lainnya yang tercatat sebesar Rp335.547.175.865,14.
Menanggapi temuan tersebut, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI), Irwan Abd Hamid, meminta aparat penegak hukum menindaklanjuti laporan BPK ini.
“Temuan BPK ini adalah hasil dari lembaga resmi negara, sehingga harus diusut tuntas. Saya meminta Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara menyelidiki kasus piutang BPJS yang tidak diverifikasi ini, karena nilainya cukup besar, mencapai lebih dari Rp4,4 miliar,” tegas Irwan. (Red/BM)