Halsel, Nalarsatu.com – Praktisi hukum, Bambang Joisangadji, S.H., mendesak aparat penegak hukum di Kabupaten Halmahera Selatan yakni Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Halsel untuk segera memanggil dan memeriksa pejabat dinas teknis dan kontraktor pelaksana proyek yang terlibat dalam dugaan korupsi proyek pembangunan talud pantai yang dikelola Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halsel tahun anggaran 2023.
Desakan tersebut menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara, yang mencatat adanya potensi kerugian negara sebesar Rp1,02 miliar dari proyek yang dikerjakan oleh CV MHK di dua lokasi berbeda, yakni Desa Gumira dan Posi-Posi, Kecamatan Gane Barat Utara.
“Proses hukum tidak boleh mandek di meja administrasi. Ini sudah terang: ada kontrak, ada pembayaran, ada kekurangan volume, dan ada kerugian negara. Maka Polres dan Kejari harus segera bertindak,” kata Bambang kepada wartawan, Rabu (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Bambang, praktik markup volume atau pengurangan volume pekerjaan dalam proyek yang didanai APBD tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU No. 20 Tahun 2001:
“Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara…”
“Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara…”
Namun, Bambang juga menekankan bahwa dalam kasus ini, tindak pidana tidak berdiri sendiri, melainkan melibatkan sejumlah pihak yang turut serta atau membantu dalam pelaksanaan proyek bermasalah tersebut.
Untuk itu, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menjadi relevan:
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.”
“Jadi bukan hanya kontraktor. PPK, kepala dinas, dan pihak-pihak yang menyetujui pembayaran atas pekerjaan bermasalah bisa dikenai pertanggungjawaban pidana bersama sesuai Pasal 55 KUHP,” jelas Bambang.
Lebih jauh, Bambang mendesak agar kejaksaan melakukan audit forensik lanjutan dan memulai penyelidikan awal terhadap nama-nama yang disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, antara lain Kepala BPBD Halsel
Kepala Dinas PUPR
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek
Serta pihak dari CV MHK sebagai pelaksana pekerjaan
“Kalau sistem pengawasan berjalan sebagaimana mestinya, temuan seperti ini tidak akan terjadi. Artinya, ada pembiaran atau bahkan potensi keterlibatan yang harus dibuktikan lewat penyidikan,” ujarnya.
Sebelumnya, LSM Lidik melalui Kepala Investigasi dan Penindakan, Thusry Karim, juga telah menyerukan agar proses hukum tidak berhenti pada perintah pengembalian dana. Ia menyebutkan bahwa dugaan kerugian negara ini merupakan hasil dari praktik sistemik yang harus diusut secara menyeluruh.
“Kalau setiap pelanggaran anggaran hanya disuruh kembalikan uang, maka itu bentuk legalisasi korupsi administratif. Penegakan hukum harus menyentuh akar persoalan,” tegas Thusry.
Hingga berita ini ditayangkan, redaksi masih berupaya memperoleh tanggapan resmi dari BPBD dan Dinas PUPR terkait.