LABUHA, Nalarsatu.com – Di balik tumpukan data anggaran dan seremonial perencanaan pembangunan, wajah sektor pendidikan Halmahera Selatan justru tampak muram. Hingga Juli 2025, realisasi anggaran Dinas Pendidikan Halsel tercatat baru menyentuh 12 persen dari total pagu sebesar Rp 86 miliar. Padahal, dana itu dialokasikan untuk lebih dari 600 paket kegiatan fisik di seluruh kecamatan.
Mandeknya proyek-proyek pendidikan ini bukan semata soal teknis. Dari dalam Dinas Pendidikan sendiri mencuat dugaan praktik intervensi oleh Kepala Dinas Siti Khodijah dalam proses pengadaan.
“Kalau bukan penyedia yang dekat dengan beliau, biasanya diblok. Tender dibatalkan, diganti, atau digeser diam-diam. Kami di dalam dinas tahu persis ini, tapi tidak berani bicara terbuka,” ujar seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Praktik ini ditengarai menjadi penyebab utama tersendatnya pelaksanaan proyek-proyek sarana pendidikan, mulai dari pembangunan ruang kelas hingga rehabilitasi sekolah dasar. Para kontraktor yang semestinya bekerja, justru masih menunggu keputusan politik di belakang layar.
Sementara uang miliaran rupiah mengendap di kas daerah, kondisi di lapangan tak berubah. Sekolah-sekolah di wilayah Obi, Gane, dan Bacan Barat masih banyak yang rusak, beratap bocor, dan minim fasilitas belajar. Sementara itu, proses belajar-mengajar tetap berjalan dalam keterbatasan.
Sorotan tajam datang dari Gubernur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku Utara, Said Alkatiri, yang mendesak Bupati Hasan Ali Basam Kasuba agar segera mengevaluasi kinerja Kadis Pendidikan.
“Kalau proyek terhambat hanya karena kepala dinas lebih sibuk atur siapa yang dapat jatah, ini bukan sekadar pelanggaran prosedur ini pengkhianatan terhadap nasib anak-anak kita,” tegas Said kepada media Senin (21/7).
Ia juga mengkritik hubungan emosional yang disebut-sebut melibatkan Kadis dan lingkaran elite Pemkab. Menurut Said, pembiaran atas praktik seperti ini hanya akan memperkuat budaya patronase dan memperburuk wajah birokrasi pendidikan Halsel.
Tak hanya eksekutif, sorotan juga diarahkan kepada DPRD Halsel, khususnya Komisi I yang membidangi pendidikan. Hingga saat ini, belum ada reaksi tegas yang terlihat, padahal kinerja dinas terus menuai keluhan.
“Legislatif tidak cukup hanya hadir dalam paripurna dan kunjungan kerja. Fungsi pengawasan itu harus menyentuh masalah riil. Kalau dana pendidikan tersandera dan DPRD ikut diam, publik berhak mempertanyakan keberpihakan mereka,” ujar Said.
Ia menegaskan bahwa stagnasi ini tak bisa dibiarkan berkepanjangan karena berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan dasar.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Dinas Pendidikan Siti Khodijah dan Ketua Komisi I DPRD Halsel belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan intervensi proyek dan mandeknya realisasi anggaran.
LIRA mendesak Bupati Halsel untuk segera melakukan audit menyeluruh dan bersikap terbuka kepada publik.
“Ini bukan sekadar administrasi yang telat. Ini soal tata kelola yang pincang. Kalau dibiarkan, generasi Halsel yang akan membayar mahal,” tutup Said.
(Redaksi | Nalarsatu.com)