BACAN,Nalarsatu.com – Sorotan terhadap aktivitas pertambangan batu Bacan di Kecamatan Kasiruta Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, makin tajam. Setelah Lembaga Investigasi dan Kajian (LIDIK) Maluku Utara mendesak penutupan tambang ilegal, kini giliran praktisi hukum Fredi M. Tompoh, S.H yang angkat bicara. Ia mendesak Kapolda Maluku Utara agar segera mengambil langkah tegas untuk menutup seluruh kegiatan pertambangan batu Bacan yang tidak berizin.
“Sudah sangat terang bahwa aktivitas tambang di Doko dan Palamea masuk kategori pertambangan tanpa izin (PETI). Ini tidak bisa dibiarkan karena melanggar hukum dan merusak tata kelola pertambangan,” tegas Fredi, kepada media, Minggu (27/7/2025).
Fredi menilai, lambannya penindakan aparat terhadap aktivitas tambang ilegal berpotensi membuka ruang konflik sosial, perusakan lingkungan, serta kebocoran pendapatan negara dan daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kapolda tidak boleh menunggu laporan formal lagi. Dengan temuan ini, sudah cukup dasar hukum untuk menutup tambang dan menindak pelaku. Kalau dibiarkan, ini jadi preseden buruk,” tegasnya.
Berdasarkan hasil investigasi, izin pertambangan rakyat (IPR) di Desa Palamea telah berakhir dan tidak diperpanjang. Sementara di Desa Doko, tambang berjalan tanpa legalitas sama sekali. Batu Bacan dari dua desa itu diketahui diekspor secara bebas, namun tanpa kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sejumlah nama pengusaha lokal yang diduga aktif dalam eksploitasi dan perdagangan batu Bacan ilegal antara lain Safdin Gappang, Ude, Isra, Aldi Jiko, Ilu, Ansar, Hi. Darwis, Hi. Kamal, serta Haryadi Hi Jalal dan Saiful Sidobu.
Aktivitas tersebut berpotensi melanggar Pasal 158 jo. Pasal 161 dan/atau Pasal 35 ayat (3) huruf c dan g UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020, yang mengancam pelaku PETI dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Fred menegaskan bahwa ketentuan hukum tersebut seharusnya menjadi rujukan bagi aparat penegak hukum, khususnya Polda Malut dan Polres Halsel, untuk tidak ragu melakukan penertiban.
“Kalau aparat masih diam, maka publik patut curiga: siapa yang melindungi praktik tambang ilegal ini?” sindir Fredi.
Ia juga mengimbau agar Kementerian ESDM dan Dinas Pertambangan Provinsi Maluku Utara segera turun tangan untuk melakukan audit dan verifikasi lapangan. “Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga soal keadilan dan kedaulatan sumber daya daerah,” pungkasnya.