HALSEL, Nalarsatu.com – Polemik pelantikan empat kepala desa di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) terus bergulir. Meski Komisi I DPRD Halsel melalui rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menyimpulkan bahwa pelantikan empat kades tersebut bertentangan dengan amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, namun kesimpulan itu menuai tanggapan dari praktisi hukum.
Praktisi hukum sekaligus pengacara Kades Kuwo, Bambang Joisangadji, S.H., menilai RDP yang digelar Komisi I bersama DPMD dan Bagian Hukum Pemkab Halsel bersifat subjektif karena tidak menghadirkan pihak-pihak yang dirugikan, termasuk pengacara empat kepala desa yang disengketakan.
“Kalau hanya DPRD Komisi I bersama Dinas terkait, lalu mau apa yang dibahas? Ini sudah terang-terangan Kadis DPMD dan Kabag Hukum gagal paham soal amar putusan PTUN. RDP seperti ini jelas tidak objektif,” tegas Bambang, Selasa (16/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan, jika DPRD benar-benar ingin mencari jalan keluar yang adil, maka RDP harus diulang dengan melibatkan seluruh pihak, termasuk para kepala desa yang dilantik maupun pihak lawan yang memenangkan gugatan di PTUN.
“Subjektif sekali jika hanya mendengar keterangan dari DPMD dan Bagian Hukum. Saya minta RDP diulang supaya seimbang, karena ada hak hukum dari empat kepala desa yang wajib dilindungi,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Halsel telah merekomendasikan kepada Bupati Bassam Kasuba untuk membatalkan SK pelantikan empat kades tersebut dan menempuh opsi pemilihan ulang sebagai langkah paling konstitusional.
Namun, menurut Bambang, rekomendasi itu tidak boleh diambil secara sepihak tanpa mendengar pembelaan hukum dari para kepala desa yang dilantik.
“Kalau benar bicara konstitusi, ya harus buka ruang yang adil bagi semua pihak. Jangan sampai keputusan DPRD justru melahirkan polemik baru,” pungkasnya.