HALSEL, Nalarsatu.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Halmahera Selatan, Barisan Rakyat Halmahera Selatan (BARAH), dan Perkumpulan Hukum Advokat Indonesia (PHAI) kembali memanas usai menyinggung polemik pelantikan 4 kepala desa.
Ketua Fraksi PKB sekaligus Ketua Komisi III DPRD Halsel, Safri Talib, menilai persoalan ini tidak perlu dibesar-besarkan. “Masalah pelantikan 4 Kades itu masalah kecil atau biasa saja. Tidak usah diperbesar,” tegas Safri dalam forum resmi tersebut.
Safri bahkan menyalahkan desakan BARAH dan PHAI yang meminta DPRD menggunakan hak angket atau membentuk pansus. Menurutnya, langkah itu terlalu jauh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jangan lagi bicara diskresi, ini bukan ruangnya. Kita bicara hal yang sederhana saja. Komisi I sudah jalankan tugasnya dan ada hasilnya. Sekarang kita menunggu tindak lanjut rapat pimpinan,” ujarnya.
Lebih jauh, Safri menekankan bahwa rekomendasi ke Bupati Halsel nantinya tetap akan diserahkan, namun keputusan akhir berada di tangan kepala daerah.
“Itu hak prerogatif bupati, mau ditindaklanjuti atau tidak,” katanya.
Safri juga menyinggung soal belum adanya dokumen SK pelantikan yang dimiliki DPRD maupun kelompok masyarakat sipil. “Bagaimana kita bisa diskusi lebih jauh, sedangkan SK pelantikan 4 Kades itu saja Komisi I tidak punya, teman-teman BARAH dan PHAI juga tidak pegang,” imbuhnya.
Namun, pandangan itu langsung ditanggapi keras oleh praktisi hukum sekaligus anggota PHAI, Bambang Joisangadji, S.H. Ia menegaskan bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait perkara tersebut bersifat inkrah dan wajib dieksekusi.
“Putusan PTUN sudah inkrah dan berdasarkan Pasal 116 UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Praperadilan Tata Usaha Negara, putusan harus dieksekusi maksimal 60 hari. Kalau tidak, pejabat yang membangkang bisa diberhentikan. Jadi bukan soal besar atau kecil, ini masalah serius karena sudah melewati batas waktu eksekusi bertahun-tahun,” jelas Bambang.
PHAI bahkan mendorong agar DPRD tidak sekadar pasif menunggu keputusan bupati, melainkan ikut memastikan putusan pengadilan benar-benar dijalankan.
“Kalau solusi terbaik, ya lakukan pemilihan ulang. Itu cara paling elegan dan sesuai hukum,” pungkas Bambang.