OBI,Nalarsatu.com – Suasana halaman depan Polsek Obi Rabu, 9 Juli 2025. Ratusan warga Desa Jikotamo, Buton, Akegula Laiwui, Baru Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara turun ke jalan, menyuarakan mosi tidak percaya terhadap institusi kepolisian setempat. Aksi ini dipicu oleh kemarahan kolektif atas dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Polsek dalam mediasi kasus pemerkosaan anak di bawah umur, yang disebut-sebut hendak diselesaikan secara kekeluargaan.
Massa aksi datang dengan spanduk bertuliskan tajam:
“Jangan Lindungi Pemerkosa!”,
“Polsek Obi Cederai Keadilan!”,
“Oknum Polisi = Pengkhianat Hukum!”

Teriakan orasi tanpa henti, menyoroti nama, tiga oknum polisi berinisial Rahman, Juned, dan Riki, yang diduga kuat mencoba menutup kasus dengan pendekatan damai. Warga meminta Kapolda Maluku Utara, Brigjen. Pol. Waris Agono, segera mencopot dan memproses hukum ketiganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jangan mainkan keadilan kami! Ini anak di bawah umur, bukan barang tawar-menawar adat! Kalau negara tak bisa beri keadilan, rakyat yang akan mengambilnya!” teriak Darwan, orator utama aksi dengan suara lantang dari atas mobil komando pada Rabu (9/7).

Koordinator Lapangan aksi, Faldi A. Usman, menyebut tindakan para oknum polisi sebagai penghinaan terang-terangan terhadap hukum dan logika keadilan.
“Kami tidak datang ke sini untuk seremonial. Kami datang membawa luka dan amarah. Tiga oknum polisi yang coba memediasi pemerkosa anak harus dipecat dan ditangkap! Kalau institusi ini tidak bisa bersihkan tubuhnya sendiri, rakyat akan bersihkan untuk kalian!” seru Faldi, disambut teriakan massa: “Revolusi hukum! Copot pelaku!”
Ia menyebut bahwa masyarakat Obi sudah muak dengan pola impunitas yang kerap muncul dalam penanganan kasus-kasus kejahatan seksual di Kecamatan Obi.
“Hari ini adalah ultimatum. Kami akan kepung Polsek setiap hari jika hukum terus dilacurkan oleh aparatnya sendiri. Jika aparat bermain di belakang pelaku, maka aparat itu musuh rakyat!” tambah Faldi dalam Orasi pada Rabu (9/7).
Bahar Haji, perwakilan keluarga korban, naik ke mobil komando dan menyampaikan pernyataan yang mengguncang.
“Anak kami diperkosa. Lalu disuruh damai? Kami kehilangan kepercayaan. Kalau negara dan aparat diam, jangan salahkan kami kalau kami kejar sendiri pelakunya!” ujarnya dengan suara bergetar pada Rabu (9/7).
Bahar memperingatkan bahwa keluarga korban memberikan batas waktu hingga Minggu, 13 Juli 2025, bagi kepolisian untuk menangkap pelaku. Jika tidak, mereka menyatakan siap melakukan pencarian dan tindakan secara mandiri.
“Kami tidak ingin tragedi Jikotamo terulang, tapi kalau pelaku terus dilindungi, jangan harap kami akan diam. Di sana pelaku mati di tangan massa. Ini bukan ancaman ini peringatan!” tambah Darwan dengan tegas pada Rabu (9/7).
Di tengah aksi yang berlangsung panas, massa membacakan tujuh poin tuntutan rakyat Obi, yaitu:
1. Tangkap dan adili seluruh pelaku pemerkosaan anak di bawah umur.
2. Copot dan proses hukum tiga oknum polisi yang memediasi kasus.
3. Buka secara transparan proses hukum ke publik.
4. Jamin perlindungan dan pemulihan korban.
5. Jika tuntutan tidak diakomodir sampai batas waktu, rakyat akan memboikot Polsek Obi.
6. Keluarga akan melakukan pencarian pelaku secara mandiri jika tidak ada penangkapan hingga batas waktu.
7. Batas waktu penangkapan pelaku ditetapkan hingga Minggu, 13 Juli 2025.
Menutup aksi, Faldi menyampaikan pernyataan terakhir yang menjadi pukulan keras bagi institusi hukum:
“Kalau polisi bisa dinegosiasikan oleh pemerkosa, ini bukan negara hukum ini negara gagal. Kami tidak ingin hidup di negara yang gagal. Maka rakyat Obi akan bangkit untuk membela anak-anak mereka sendiri!” tambahnya. (red/Azu)