HALSEL, Nalarsatu.com – Polemik pelantikan empat Kepala Desa di Kabupaten Halmahera Selatan terus menuai sorotan. Kali ini, Advokat dan Legal Consultant, Hendra Kasim, melalui laman pribadinya (endrakasim.wordpress.com), menyoroti langkah Bupati Halsel yang dinilai keliru dalam menggunakan diskresi pemerintahan.
Hendra Kasim mengungkapkan, dirinya mendapatkan informasi polemik tersebut dari sejumlah kolega di Halmahera Selatan, terkait pelantikan Kepala Desa Gandasuli, Goro-Goro, Loleo Ngusu, dan Kuo. Dari hasil penelusurannya, akar persoalan berawal dari gugatan hasil pemilihan kepala desa di empat desa tersebut ke PTUN Ambon.
Dalam putusannya, PTUN membatalkan hasil pemilihan dan Keputusan Bupati tentang pengangkatan Kepala Desa, serta memerintahkan pencabutan SK dimaksud. Atas putusan tersebut, Bupati Halsel menindaklanjuti dengan membatalkan SK sesuai amar pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masalah muncul ketika setelah membatalkan SK, Bupati kembali melantik empat Kepala Desa yang secara tegas telah diperintahkan pengadilan untuk dibatalkan. Langkah ini jelas keliru,” tegas Hendra.
Menurut Hendra, dasar hukum yang dipakai Bupati Halsel, Hasan Ali Bassam Kasuba, adalah diskresi. Namun, ia menegaskan bahwa diskresi tidak bisa digunakan sembarangan.
“Diskresi hanya dapat diterapkan pada tiga keadaan, yakni ketika terjadi kekosongan hukum, norma tidak jelas, atau adanya keadaan darurat (force majeure) yang hanya bisa diatasi dengan kebijakan pemerintah. Kasus Halsel jelas tidak memenuhi syarat-syarat ini,” paparnya.
Hendra mengutip pandangan pakar hukum administrasi, Ridwan HR, yang menekankan bahwa diskresi merupakan kebebasan terbatas yang diberikan kepada pejabat tata usaha negara. Artinya, kewenangan ini bisa menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) bila tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam Pasal 23 UU Administrasi Pemerintahan.
“Dalam hukum administrasi berlaku asas tidak mencampuradukkan kewenangan. Bupati adalah pejabat administrasi, bukan Nabi. Keputusan yang sudah dibatalkan pengadilan tidak bisa dihidupkan kembali,” sindirnya tajam.
Lebih lanjut, Hendra menegaskan bahwa persoalan di Halsel bukanlah kekosongan hukum yang dapat dijadikan dasar diskresi. Sebaliknya, sudah ada putusan pengadilan yang jelas dan mengikat.
“Oleh karena itu, langkah Bupati yang kembali melantik empat Kepala Desa setelah pembatalan SK adalah bentuk pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik,” pungkasnya.