Oleh: Parman – Kabid Pengembangan Aparatur Organisasi Himpunan Mahasiswa Taliabu Cabang Kota Kendari
PULAU Taliabu adalah rumah bagi ribuan jiwa yang punya hak yang sama seperti daerah lain di Indonesia. Tapi faktanya hari ini, Taliabu masih berjalan terseok-seok di jalur pembangunan. Jalan rusak dibiarkan. Akses listrik tidak merata. Fasilitas kesehatan terbatas. Sekolah banyak yang kekurangan tenaga pendidik. Ini bukan rahasia ini kenyataan yang setiap hari kami lihat dan rasakan.
Kondisi ini tidak terjadi dalam semalam. Ia lahir dari pola kepemimpinan yang lamban, tidak peka, dan terlalu sibuk mengatur tampilan luar dibanding membenahi isi dalam. Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu harus berani mengakui: ada kegagalan besar dalam memprioritaskan kebutuhan rakyat. Gagal membaca denyut nadi masyarakat, gagal merancang kebijakan yang menyentuh yang paling dasar hidup yang layak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yang lebih menyakitkan, selama ini pembangunan di Taliabu terlalu berpusat pada laporan dan angka, bukan pada dampak nyata. Banyak program digembar-gemborkan di media, tetapi tidak menyentuh akar persoalan. Proyek-proyek dibangun sekadar untuk dipamerkan ketika pejabat datang, sementara warga di desa-desa tetap hidup dalam ketidakpastian. Pemerintahan daerah telah terjebak dalam ilusi pembangunan seremonial megah di permukaan, rapuh di dalam.
Sebagai Kabid PAO HMT Cabang Kendari, saya tidak bisa diam. Suara mahasiswa bukan sekadar pelengkap diskusi atau penonton dalam panggung politik kekuasaan. Kami adalah suara kegelisahan yang tumbuh dari akar. Ketika pemimpin kehilangan arah, mahasiswa harus menjadi pengingat bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan panggung pencitraan.
Kita tahu betul bahwa pembangunan infrastruktur di Taliabu banyak yang hanya selesai setengah hati. Fasilitas umum dibangun lalu ditinggalkan tanpa perawatan. Pemberdayaan masyarakat hanya menjadi slogan kosong. Tak ada transparansi anggaran, tak ada evaluasi serius. Sementara suara kritik dari rakyat tidak hanya diabaikan, tapi justru dicurigai seolah rakyat sendiri yang jadi penghambat pembangunan. Ini logika kekuasaan yang bengkok.
Sudah waktunya Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu berhenti mencari alasan dan mulai bekerja sungguh-sungguh. Berhenti menyalahkan medan geografis, karena pulau ini tidak akan berpindah tempat. Berhenti berharap pusat turun tangan untuk setiap urusan, karena tanggung jawab utama adalah milik daerah. Tanggung jawab ini bukan hanya administratif ini tanggung jawab moral. Dan tanggung jawab moral tidak bisa ditunda.
Rakyat Taliabu bukan objek yang bisa dipolitisasi saat pemilu, lalu ditinggalkan lima tahun berikutnya. Mereka adalah subjek, pemilik sah dari republik ini, yang seharusnya dilibatkan dalam setiap perumusan dan pelaksanaan kebijakan. Tetapi hari ini, yang kita lihat justru pengabaian sistematis rakyat dibungkam dengan janji-janji, sementara kekuasaan sibuk mengatur panggung.
Kalau pemerintah tidak sanggup menghadirkan keadilan pembangunan, maka beri jalan. Jangan halangi arah baru yang kini sedang dibangun oleh generasi muda. Taliabu butuh pemimpin yang hadir, bukan hanya terlihat. Yang bekerja, bukan hanya berbicara. Yang melayani, bukan hanya memerintah.
Mahasiswa tidak akan berhenti menyuarakan ini. Kami akan terus mengawal, menekan, dan menggugah siapa pun yang hari ini duduk di kursi kekuasaan agar sadar: rakyat bukan beban, mereka adalah alasan kenapa kekuasaan itu ada. (*)