Polisi Harus Paham, Kasus Pemerkosaan dan Pencabulan Siswa di Obi adalah Delik Biasa Bukan Jalur damai

- Penulis Berita

Jumat, 11 Juli 2025 - 13:29 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Halmahera Selatan, Nalarsatu.com – Praktisi hukum Bambang Joisangadji S.H menegaskan bahwa dua kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, tidak dapat diselesaikan melalui mediasi atau jalan damai. Ia menyebut kedua perkara itu sebagai delik biasa yang wajib ditangani melalui proses hukum pidana, bukan melalui pendekatan kekeluargaan.

“Ini kejahatan serius. Tidak boleh ada ruang damai, apalagi dimediasi aparat. Itu bukan saja keliru secara etik, tapi juga bertentangan dengan hukum,” ujar Bambang kepada Nalarsatu.com, Jumat (11/7).

Kasus pertama melibatkan pemerkosaan terhadap seorang siswi SMK di Obi oleh enam orang pelaku. Ayah korban mengaku diundang ke Polsek Obi untuk menghadiri mediasi yang dihadiri keluarga pelaku dan sejumlah aparat. Pertemuan itu diduga bertujuan menyelesaikan kasus secara kekeluargaan sesuatu yang ditolak keras oleh pihak keluarga korban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kasus kedua adalah dugaan pencabulan sesama jenis terhadap tiga siswa oleh seorang oknum guru kesiswaan di salah satu SMA Negeri di Kecamatan Obi. Meski kasus ini telah dilaporkan 11 November 2024, hingga kini belum ada penetapan tersangka.

“Kedua kasus ini harus menjadi peringatan. Penyelesaian di luar jalur hukum dalam perkara kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran serius. Pelaku aparat maupun guru tidak bisa bersembunyi di balik istilah damai,” tegas Bambang.

Bambang merujuk pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar peradilan, kecuali jika pelakunya anak-anak.

Ia juga mengutip Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 UU TPKS, yang menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak, baik berupa persetubuhan maupun pencabulan fisik, adalah delik biasa. Artinya, penegak hukum wajib memproses perkara meski tanpa laporan resmi dari korban.

“Polisi tidak bisa menunggu laporan. Begitu ada informasi valid, wajib hukumnya ditindaklanjuti. Jika dibiarkan atau dimediasi, institusi berpotensi melanggar hukum,” katanya.

Menurut Bambang, pelaku dalam kedua kasus tersebut dapat dijerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak, yang mengatur ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Hukuman dapat diperberat sepertiganya jika pelaku adalah pihak yang memiliki relasi kuasa terhadap anak, seperti guru, aparat, atau keluarga dekat.

“Guru itu pendidik, bukan pemangsa. Ketika pelaku adalah orang yang dipercaya mengasuh anak, maka hukum harus lebih keras. Negara tidak boleh kompromi,” tegasnya.

Bambang menegaskan bahwa keadilan dalam kasus kekerasan seksual tidak hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga memastikan seluruh proses hukum berlangsung transparan, akuntabel, dan bebas dari negosiasi atau tekanan politik.

“Penegakan hukum bukan hanya soal vonis. Tapi bagaimana prosesnya dijaga dari awal agar bersih dan tidak dikompromikan. Dalam kasus anak, negara wajib hadir penuh,” pungkasnya.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Dugaan Penggelapan Anggaran Masjid Rp626 Juta di Desa Pas Ipa, Mahasiswa Desak Inspektorat Bertindak
Praktisi Hukum: Tiga Polisi Obi Layak Diproses Pidana, Bukan Sekadar Etik
Enam Orang Pemerkosaan Siswa SMK, Ayah Korban Menangis:Tiga Anggota Polsek Bantu Mediasi
“Pasien Meninggal karena Obat Kosong, DPRD: Copot dr. Diky dari Jabatan Direktur RSU Obi!”
Gelar Perkara di Polda Malut, Pelaku Pencabulan Siswa Obi Segera Jadi Tersangka
BAZNAS Halsel Salurkan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir
Warga Kepung Polsek Obi, Teriakkan Mosi Tidak Percaya: “Hukum Dilacurkan”
Ketua Kohati Ferawati: Negara Harus Hadir Lindungi Anak, Bukan Membiarkan Mereka Jadi Korban
Berita ini 30 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 11 Juli 2025 - 13:29 WIT

Polisi Harus Paham, Kasus Pemerkosaan dan Pencabulan Siswa di Obi adalah Delik Biasa Bukan Jalur damai

Jumat, 11 Juli 2025 - 06:27 WIT

Dugaan Penggelapan Anggaran Masjid Rp626 Juta di Desa Pas Ipa, Mahasiswa Desak Inspektorat Bertindak

Kamis, 10 Juli 2025 - 14:28 WIT

Praktisi Hukum: Tiga Polisi Obi Layak Diproses Pidana, Bukan Sekadar Etik

Kamis, 10 Juli 2025 - 09:24 WIT

“Pasien Meninggal karena Obat Kosong, DPRD: Copot dr. Diky dari Jabatan Direktur RSU Obi!”

Kamis, 10 Juli 2025 - 08:03 WIT

Gelar Perkara di Polda Malut, Pelaku Pencabulan Siswa Obi Segera Jadi Tersangka

Rabu, 9 Juli 2025 - 08:50 WIT

BAZNAS Halsel Salurkan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir

Rabu, 9 Juli 2025 - 07:58 WIT

Warga Kepung Polsek Obi, Teriakkan Mosi Tidak Percaya: “Hukum Dilacurkan”

Selasa, 8 Juli 2025 - 15:55 WIT

Ketua Kohati Ferawati: Negara Harus Hadir Lindungi Anak, Bukan Membiarkan Mereka Jadi Korban

Berita Terbaru

Opini

Maluku Utara Tambang Kaya, Rakyat Merana

Kamis, 10 Jul 2025 - 14:11 WIT

Serba-serbi

Pengembangan Pendidikan di Maluku Utara

Kamis, 10 Jul 2025 - 13:45 WIT