Era Penjajahan Korupsi: Ketika Bangsa Dijajah oleh Anaknya Sendiri

- Penulis Berita

Selasa, 22 Juli 2025 - 14:28 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : lkadri Ajwan, S.Pd.,M.Hum*Dosen PBSI Fkip Unkhair dan Pegiat Literasi “Korupsi”

JIKA dulu kita dijajah oleh bangsa asing selama ratusan tahun, maka hari ini kita hidup dalam era penjajahan yang lebih halus, namun tak kalah menyakitkan-penjajahan oleh korupsi. Bedanya, penjajah kali ini bukan datang dari luar, melainkan dari dalam. Ia bukan bersenjata, tapi berjas rapi. Ia bukan merampas tanah, tapi menggerogoti anggaran dan masa depan bangsa.

Indonesia pernah merasakan pahitnya hidup di bawah penjajahan asing selama lebih dari tiga abad. Penjajahan itu merampas tanah, kekayaan alam, dan bahkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka. Namun, meski bangsa ini secara formal telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, masih ada satu bentuk penjajahan yang hingga kini terus berlangsung : penjajahan oleh korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penjajahan oleh korupsi adalah bentuk pengkhianatan yang paling menyakitkan, karena dilakukan oleh bangsa sendiri terhadap rakyatnya. Ia menjajah tidak dengan senjata, tetapi dengan kekuasaan. Ia tidak mengambil paksa tanah atau emas seperti penjajah kolonial, tapi ia mencuri hak-hak dasar rakyat melalui penggelapan, manipulasi, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Kita hidup di era di mana korupsi bukan hanya praktik individu, melainkan telah menjadi sistem, budaya, bahkan identitas tersembunyi dari birokrasi dan kekuasaan.

Korupsi Sebagai Penjajahan Modern
Ketika kita berbicara tentang penjajahan, yang terlintas biasanya adalah kekuatan asing yang datang merebut dan menindas. Namun di era modern ini, korupsi telah mengambil posisi tersebut. Bedanya, penjajah hari ini bukan datang dari luar, tetapi tumbuh dari dalam: dari kalangan elite, pejabat publik, politisi, dan bahkan lembaga penegak hukum yang semestinya menjadi garda terdepan pemberantasannya.

Korupsi menjajah dengan cara yang lebih halus namun jauh lebih merusak. Ia tidak terlihat secara kasat mata, namun dampaknya bisa dirasakan dalam segala aspek kehidupan. Korupsi di sektor pendidikan menyebabkan anggaran pembangunan sekolah disunat dan fasilitas belajar memburuk. Di sektor kesehatan, korupsi membuat rumah sakit kekurangan obat dan alat medis. Di bidang infrastruktur, proyek jalan, jembatan, dan bangunan publik dikorupsi sehingga cepat rusak dan membahayakan nyawa.

Ini adalah penjajahan sistemik yang menggerogoti pondasi bangsa secara perlahan namun pasti. Penjajahan semacam ini bahkan lebih kejam daripada penjajahan fisik, karena merusak moral dan mentalitas bangsa secara turun-temurun.

Korupsi Menghancurkan Masa Depan Generasi

Salah satu dampak paling nyata dari korupsi adalah terampasnya masa depan generasi muda. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk beasiswa, perbaikan sekolah, peningkatan kualitas guru, dan pengembangan teknologi justru hilang di tangan oknum-oknum yang memprioritaskan keuntungan pribadi. Akibatnya, banyak anak muda Indonesia yang harus menerima pendidikan seadanya dan akhirnya kesulitan bersaing di era global.

Bayangkan, berapa banyak generasi emas yang gagal berkembang karena sistem yang korup? Berapa banyak inovasi dan potensi yang hilang hanya karena dana riset dialihkan ke kantong pribadi? Korupsi bukan hanya mencuri uang negara, tapi mencuri masa depan bangsa. Dan ketika masa depan sudah dirusak, maka Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran ketertinggalan dan ketidakadilan.

Budaya Korupsi: Warisan yang Berbahaya
Lebih mengkhawatirkan lagi adalah bagaimana korupsi telah menjadi bagian dari budaya. Dalam birokrasi, praktik suap, pungli, dan mark-up anggaran dianggap biasa. Di dunia pendidikan, siswa dan mahasiswa melihat bahwa jalan pintas lebih dihargai daripada proses yang jujur. Bahkan dalam masyarakat umum, orang mulai menormalkan perilaku menyuap demi kemudahan layanan.

Budaya korupsi ini diwariskan dari generasi ke generasi, menciptakan masyarakat yang permisif terhadap ketidakjujuran dan ketidakadilan. Ketika korupsi sudah dianggap lumrah, maka upaya pemberantasannya menjadi semakin sulit. Tidak hanya harus melawan sistem, tetapi juga harus melawan mentalitas.
Di sinilah bahaya utama era penjajahan korupsi: ia tidak hanya menindas secara struktural, tetapi juga mematikan semangat juang dan idealisme rakyatnya. Korupsi menciptakan generasi yang apatis, yang tidak lagi percaya pada negara, hukum, dan nilai-nilai luhur bangsa.

Kegagalan Penegakan Hukum

Salah satu penyebab utama mengapa korupsi terus merajalela adalah lemahnya penegakan hukum. Banyak kasus korupsi besar yang tidak ditangani secara serius. Pelaku korupsi kelas kakap sering mendapat hukuman ringan, fasilitas mewah di penjara, bahkan bisa kembali berpolitik setelah bebas.

Fenomena “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah” semakin menurunkan kepercayaan masyarakat. Ketika rakyat kecil dihukum berat karena mencuri makanan karena lapar, tapi pejabat yang mencuri miliaran uang negara hanya dihukum beberapa tahun dengan remisi besar, maka keadilan telah mati.

Lembaga-lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK kerap tersandera kepentingan politik dan kekuasaan. Upaya pemberantasan korupsi sering dibatasi atau dimatikan perlahan. KPK yang dulu menjadi simbol harapan, kini banyak dikritik karena independensinya yang diragukan.

Tanpa reformasi hukum yang mendasar dan keberanian politik untuk melawan para koruptor, maka upaya memerdekakan Indonesia dari penjajahan korupsi hanya akan menjadi mimpi kosong.

Rakyat sebagai Korban dan Harapan

Yang paling dirugikan dari korupsi adalah rakyat kecil. Mereka harus membayar lebih mahal untuk layanan publik yang buruk. Mereka harus antre panjang di rumah sakit, belajar di ruang kelas yang rusak, menempuh jalanan yang penuh lubang, dan hidup dalam kemiskinan struktural.

Namun rakyat juga adalah harapan terakhir untuk melawan penjajahan ini. Ketika rakyat sadar dan bersatu menolak segala bentuk korupsi, maka sistem bisa berubah. Kesadaran publik, partisipasi aktif, dan tekanan dari masyarakat sipil sangat penting untuk menjaga agar kekuasaan tetap diawasi dan dikontrol.

Di beberapa daerah, muncul inisiatif warga yang berani melaporkan kasus korupsi, memantau penggunaan anggaran desa, dan mendesak transparansi dalam pemerintahan. Ini adalah langkah-langkah kecil namun penting untuk membangun budaya antikorupsi dari bawah.

Pendidikan Antikorupsi Sejak Dini

Jika kita ingin benar-benar memutus rantai penjajahan korupsi, maka kita harus mulai dari akar: pendidikan. Pendidikan antikorupsi harus diajarkan sejak dini, bukan hanya dalam bentuk teori, tetapi melalui praktik kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian sosial.

Sekolah tidak hanya harus menjadi tempat transfer ilmu, tapi juga pembentukan karakter. Guru dan pendidik harus menjadi teladan dalam integritas. Kurikulum harus memberi ruang untuk pembahasan nilai-nilai moral dan etika publik.

Pendidikan tinggi juga harus menjadi benteng terakhir integritas. Mahasiswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus dibekali dengan nilai-nilai keadilan, empati, dan semangat pelayanan publik. Jika generasi muda dibentuk dengan fondasi yang kuat, maka masa depan bangsa tidak akan lagi dijajah oleh korupsi.

Tanggung Jawab Kolektif: Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Melawan korupsi bukan tugas satu pihak saja. Ini adalah tanggung jawab kolektif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah harus menunjukkan keteladanan dan komitmen yang nyata dalam reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Sektor swasta harus berhenti menjadi bagian dari masalah, dan mulai menjadi bagian dari solusi dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang bersih dan transparan.

Masyarakat, khususnya media dan LSM, harus terus menjadi pengawas yang kritis. Media memiliki peran strategis dalam mengungkap kasus korupsi dan mendidik publik tentang pentingnya integritas. Lembaga swadaya masyarakat harus terus mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Tanpa sinergi antara semua pihak, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi wacana yang berulang-ulang tanpa hasil nyata.

Harapan di Tengah Kegelapan

Meski situasi tampak suram, bukan berarti tidak ada harapan. Masih banyak anak muda yang jujur, pejabat yang bersih, dan masyarakat yang peduli. Di tengah arus pragmatisme dan hedonisme, masih ada suara-suara yang menyerukan kebenaran dan keadilan.

Kita harus terus memelihara harapan itu. Jangan biarkan semangat perjuangan generasi terdahulu menjadi sia-sia. Mereka yang dulu melawan penjajah dengan darah dan nyawa, kini mewariskan tanggung jawab kepada kita untuk melawan penjajahan dalam bentuk yang baru: penjajahan oleh korupsi. Perjuangan hari ini bukan lagi mengangkat senjata, tetapi mengangkat suara, pena, data, dan integritas. Kita tidak boleh menyerah. Setiap langkah kecil menuju kejujuran adalah bentuk perlawanan. Setiap sikap jujur adalah bentuk kemerdekaan. (*)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

“Balas Pantun” DOB Sofifi
Ngute – ngute Bukan Desa Dongeng
Gebe Dikeruk, Ulayat Dirusak, Antara Luka Tanah Waris
Matinya “Meritokrasi”
Kacamata Gelap, Politik, Balas Budi, Atas Rumah Layak Huni di Halteng
Romantisme Yang Tewas di Balik Meja Rapat
MANTAP: Inovasi Pelayanan Publik dari Pinggiran Negeri
Pertambangan dan Nasib Masyarakat Maluku Utara
Berita ini 31 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 10 Agustus 2025 - 21:49 WIT

Kepala BP Taskin Budiman Sudjatmiko Dijadwalkan Hadiri Pelantikan Pengurus DPC APDESI Halsel

Minggu, 10 Agustus 2025 - 17:04 WIT

ASN Halsel Diduga Terlibat Aktivitas di Tempat Hiburan Malam, Terekam Video Warga

Minggu, 10 Agustus 2025 - 16:54 WIT

Ketua Umum PC Sylva Unkhair Ajak Mahasiswa Baru Kehutanan Kembangkan Diri dan Menjadi Garda Terdepan Isu Lingkungan

Sabtu, 9 Agustus 2025 - 13:07 WIT

ASN Diduga Abaikan Surat Penarikan Pemkab Pulau Morotai

Jumat, 8 Agustus 2025 - 05:54 WIT

Hanura Halsel Gelar Pendidikan Politik untuk Pemilih Pemula, Dorong Partisipasi Aktif Generasi Muda

Rabu, 6 Agustus 2025 - 10:41 WIT

Sengketa Lahan Desa Tomori Dimenangkan Ahli Waris Sadaralam, Kuasa Hukum Desak Pemda Halsel Batalkan Hibah Karena Cacat Hukum

Rabu, 6 Agustus 2025 - 10:36 WIT

Sat Lantas Polres Halsel Raih Peringkat Tiga Operasi Patuh Kie Raha 2025

Rabu, 6 Agustus 2025 - 10:31 WIT

Polsek Gane Barat Gagalkan Penyelundupan 120 Kantong Cap Tikus di Pelabuhan Saketa

Berita Terbaru

Daerah

ASN Diduga Abaikan Surat Penarikan Pemkab Pulau Morotai

Sabtu, 9 Agu 2025 - 13:07 WIT