LABUHA, Nalarsatu.com – Dugaan praktik korupsi dalam pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan (alkes) di RSUD Labuha, Halmahera Selatan, kembali mencuat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Front Anti Korupsi Indonesia (FAKI) Provinsi Maluku Utara mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Halsel untuk segera memeriksa Sekretaris RSUD Labuha, La Ode Emi, yang diduga memonopoli proyek pengadaan demi keuntungan pribadi.
Desakan ini disampaikan langsung oleh Ketua FAKI Maluku Utara, Dani Haris Purnawan, kepada Nalarsatu.com, Rabu (16/7/2025). Ia menyebutkan bahwa proses pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan farmasi dan alkes di RSUD Labuha diduga sarat kepentingan pribadi dan jauh dari standar nasional.
“La Ode Emi diduga kuat memainkan peran sentral dalam seluruh proses pengadaan. Indikasinya, vendor-vendor penyedia obat dan alkes diganti dengan alasan tak jelas, demi mendapatkan fee proyek lebih besar. Dampaknya, mutu barang yang masuk ke rumah sakit sangat rendah, tidak memenuhi standar nasional,” ujar Dani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan, sesuai ketentuan nasional, vendor obat untuk rumah sakit pemerintah haruslah Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memiliki sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dari BPOM. Vendor resmi seperti itu menjamin kualitas, keamanan, dan keandalan pasokan bagi pasien.
“Yang terjadi di RSUD Labuha justru sebaliknya. Obat dan alkes yang didatangkan kualitasnya di bawah standar. Jika ini terus dibiarkan, pasien yang dirawat bisa terancam nyawanya,” tegasnya.
Dani menjelaskan bahwa proses pemilihan vendor seharusnya mempertimbangkan legalitas, reputasi, sistem distribusi, hingga pelayanan yang cepat dan tanggap. Sayangnya, dalam kasus RSUD Labuha, aspek-aspek ini diduga diabaikan demi mengejar keuntungan dari proyek pengadaan.
Lebih jauh, FAKI menilai ada dugaan kuat bahwa pengelolaan anggaran pengadaan diintervensi oleh kepentingan pribadi, sehingga pihak manajemen RSUD melalui sekretaris rumah sakit memainkan skema pemilihan vendor tanpa transparansi. Hal ini berisiko tinggi terhadap keselamatan pasien dan merugikan keuangan negara.
“Jika Kejari Halsel tidak segera turun tangan, maka kami akan melaporkan kasus ini secara resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara,” ancam Dani.
Sementara itu, Sekretaris RSUD Labuha, La Ode Emi, hingga berita ini ditayangkan, belum memberikan tanggapan. Dihubungi melalui saluran telepon pada Rabu (16/7/2025), ia enggan menjawab konfirmasi wartawan terkait tudingan yang diarahkan kepadanya.
Dugaan pengadaan obat dan alkes di bawah standar ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap tata kelola RSUD Labuha yang selama ini dinilai jauh dari profesional. Kini, publik menanti ketegasan Kejari
Redaksi/Nalarsatu.com