Labuha, Nalarsatu.com – Desa Busua, Kecamatan Kayoa Barat, Kabupaten Halmahera Selatan kembali menjadi pusat perhatian publik setelah mencuatnya dugaan skandal video call seks (VCS) yang diduga melibatkan langsung Kepala Desa (Kades) Busua. Video tak senonoh yang tersebar luas di media sosial lokal itu menimbulkan kemarahan warga dan mencederai martabat lembaga pemerintahan desa.
Skandal yang bermuatan pornografi ini bukan hanya mencoreng nama baik desa, tetapi telah mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan di tingkat akar rumput.
“Pemimpin desa seharusnya menjadi teladan, bukan justru pelaku penyimpangan moral,” kecam seorang aktivis pemuda Busua Amiruddin D Abdullah dalam pernyataan terbuka, Senin (28/07/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejumlah elemen pemuda, tokoh masyarakat, dan forum warga melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Halmahera Selatan. Mereka mendesak aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, untuk tidak tinggal diam dan segera mengusut kasus ini secara terbuka dan tanpa diskriminasi hukum.
Dalam orasinya, massa menilai skandal ini bukan sekadar urusan privat, tetapi mencerminkan krisis kepemimpinan, degradasi moral, dan lemahnya pengawasan institusional.
“Jika ini dibiarkan, sama saja pemerintah melegalkan prostitusi digital yang dilakukan oleh aparat desa,” tegas Rusdi Usman orator aksi.
Kemarahan warga juga menyasar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Inspektorat Kabupaten Halmahera Selatan, yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap aparatur desa. Mereka mempertanyakan mengapa hingga kini tidak ada audit, evaluasi kinerja, maupun sanksi administratif terhadap Kades Busua.
“Sudah ada laporan sejak lama, bukan hanya soal moral, tapi juga indikasi penyimpangan dana desa. Tapi yang terjadi justru pembiaran. Ini kelalaian institusi yang serius,” ujar Akmal Nasrullah perwakilan Forum Warga Busua Senin (28/7).
Lebih jauh, massa menuding Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, turut bertanggung jawab atas pembiaran ini. Warga menilai sikap diam Pemkab Halsel menandakan pembiaran sistemik terhadap penyimpangan moral dan administratif di tingkat desa.
“Jangan jadikan moralitas cuma slogan kampanye. Kalau kepala desa bermasalah, dan dibiarkan, maka kepala daerah pun patut dipertanyakan komitmennya!” tegas koordinator aksi, M. Zidan Andi Senin (28/7).
Dalam aksinya, warga menyampaikan empat poin tuntutan utama:
1. Pengusutan tuntas kasus VCS Kepala Desa Busua secara transparan dan adil sesuai hukum yang berlaku.
2. Penindakan terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk pelaku, korban yang ditekan secara struktural, dan penyebar konten asusila.
3. Evaluasi menyeluruh kinerja DPMD dan Inspektorat, atas lambannya respons dan pengawasan yang dinilai gagal total.
4. Audit total penggunaan Dana Desa Busua selama masa kepemimpinan kepala desa saat ini.