HALMAHERA SELATAN, Nalarsatu.com – Kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Kepala Desa Wosi, Kecamatan Gane Timur, Hayat Yusup, terus menuai sorotan publik. Ia dilaporkan oleh seorang warga Labuha bernama berinisial L, atas dugaan meminjam uang pribadi sebesar Rp112 juta sejak awal 2024. Hingga kini, dana tersebut belum juga dikembalikan.
Yang mengejutkan, Bendahara Desa Wosi, Rahman Haer, mengaku tidak mengetahui adanya pinjaman tersebut, dan baru mengetahuinya saat berita itu menjadi konsumsi media.
“Saya sendiri kaget. Saya baru tahu Kades pernah meminjam uang sebesar itu justru saat berita ini muncul,” ungkap Rahman kepada Nalarsatu.com, Sabtu (2/8/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Rahman, ia memang sempat bertemu langsung dengan Kades setelah informasi ini ramai diberitakan. Namun selama ini, ia tidak pernah dilibatkan dalam urusan pinjam-meminjam tersebut, baik secara lisan maupun tertulis.
“Dia (Kades) memang sempat cerita singkat setelah saya tanya. Tapi saya tidak tahu detail, karena sejak awal tidak dilibatkan. Harapan saya, kali ini saya bisa ikut dilibatkan agar tahu pasti uang sebanyak itu dipakai untuk apa,” jelasnya.
Menunjukkan itikad baik, Rahman menyatakan kesiapannya untuk menyampaikan persoalan ini kepada Kades secara langsung dan mencari solusi penyelesaian bersama.
“Saya akan sampaikan ke Kades. Jika memang terbukti, kami akan cari jalan keluar. Kami akan ganti,” tandasnya.
Sementara itu,pihak yang mengaku menjadi korban, menjelaskan bahwa pinjaman tersebut bermula dari permintaan langsung Kades Hayat Yusup. Ia datang dengan alasan terdesak untuk membayar gaji perangkat desa dan anggota BPD.
“Dia datang dengan muka kasihan. Katanya butuh untuk bayar gaji perangkat dan BPD Desa Wosi. Karena saya kasihan, saya bantu. Tapi setelah uang diterima, dia langsung hilang, tidak bisa dihubungi,” ungkapnya kepada Nalarsatu.com.
Ia menambahkan, beberapa bulan setelah berita kasus ini mencuat, Kades sempat datang dan menjanjikan pengembalian dana. Namun, janji tersebut tak kunjung ditepati.
“Ini pinjaman dari 2023, sekarang sudah masuk 2025, hampir tiga tahun tidak ada kejelasan. Saya minta itikad baik. Kalau tidak juga ada tanggapan, silakan tanggung sendiri akibat hukumnya,” tegasnya.
Praktisi hukum Iksan Kanaha, S.H. menilai persoalan ini bukan sekadar urusan pinjam-meminjam biasa. Jika benar Kades menggunakan kedudukannya untuk memperoleh pinjaman pribadi dengan dalih kebutuhan desa, maka unsur pidana bisa dikenakan.
“Ketika pejabat publik memakai posisinya untuk mengambil keuntungan pribadi, apalagi dengan janji palsu, maka unsur penipuan sesuai Pasal 378 KUHP dapat terpenuhi,” jelas Iksan kepada Nalarsatu.com Sabtu (2/8).
Ia juga menekankan, apabila dana itu ternyata tidak digunakan untuk kebutuhan desa dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka potensi jerat hukum bisa merambah ke tindak pidana korupsi, sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Kepala desa harusnya jadi contoh dan pelindung masyarakat. Bila benar dia mengingkari kepercayaan warga, itu bentuk pengkhianatan terhadap jabatan,” tegasnya.
Iksan pun mendorong Polres Halmahera Selatan untuk memproses kasus ini secara profesional dan terbuka demi keadilan hukum bagi masyarakat.