Yogyakarta, Nalarsatu.com – Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS) bekerja sama dengan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR) – University of Oslo, sukses menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dan evaluasi riset bertema “Improving Legal Awareness on Children’s Rights among Islamic Court Judges in Indonesia in the Perspective of Financial Welfare.” Kegiatan ini berlangsung di Hotel Grand Rohan Yogyakarta 31/07/2025 pukul 09.00 WIB.
FGD ini merupakan bagian dari proyek riset tiga tahun (2024–2026) yang menyoroti pemenuhan hak-hak anak dalam sistem peradilan agama, khususnya dari perspektif kesejahteraan finansial (financial welfare). FGD kali ini menjadi bagian dari proses pengumpulan data tahun kedua sekaligus evaluasi terhadap capaian riset tahun pertama yang diluncurkan pada 21 Januari 2025.
Dalam sambutannya, Prof. Euis Nurlaelawati, Ph.D, Direktur ISLaMS sekaligus Ketua Tim Peneliti, menegaskan pentingnya mengkaji peran hakim pengadilan agama dalam pemenuhan hak-hak anak. “Kami percaya, suara para hakim yang bekerja langsung menangani perkara keluarga adalah fondasi penting bagi arah kebijakan hukum yang berpihak pada anak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sambutan kedua disampaikan oleh Lena Larsen, Ph.D, Direktur The Oslo Coalition on Freedom of Religion or Belief, yang turut mengapresiasi keterlibatan para hakim dan pemangku kepentingan dalam proyek ini.
FGD ini menghadirkan 13 narasumber, terdiri dari hakim, pengacara, dan mediator aktif di ranah hukum keluarga. Diskusi diarahkan pada dua fokus utama pada Praktik dan pandangan hukum para hakim terkait pemenuhan hak anak dalam kasus perceraian dan poligami, serta tantangan di lapangan dan valuasi proyek tahun pertama dan masukan strategis untuk penguatan riset di tahun ketiga.
Salah satu isu krusial yang mengemuka adalah lemahnya mekanisme eksekusi putusan terkait nafkah anak. “Kendala terbesar bukan pada regulasinya, tetapi pada mekanisme eksekusi. Banyak putusan soal nafkah anak tidak bisa dijalankan karena tidak ada perangkat hukum yang cukup kuat,” ujar Dr. Ahmad Zaenal Fanani, salah satu hakim narasumber.
Senada dengan itu, Ummu Hafidzah, hakim Pengadilan Agama Klaten, menekankan pentingnya kerja sama lintas lembaga. “Pemenuhan hak anak tidak bisa diserahkan hanya pada pengadilan. Harus ada koordinasi dengan dinas kependudukan, sekolah, dan instansi lain agar anak tidak kehilangan hak sipil dan sosial pasca perceraian orang tua.”
Sesi selanjutnya diisi dengan presentasi dan evaluasi proyek lintas tim, melibatkan peneliti ISLaMS, perwakilan NCHR Oslo, dan delegasi akademisi dari Maroko. Tim ISLaMS menyampaikan perkembangan, tantangan lapangan, dan strategi penguatan output riset berbasis kebijakan.
Menanggapi hasil diskusi, Lena Larsen, Ph.D menyatakan, “Kami sangat menghargai keterbukaan para hakim Indonesia dalam berbagi praktik mereka. Ini memberi perspektif baru yang tidak bisa kami temukan hanya lewat teks hukum.”
Forum ini diharapkan dapat memperkuat sistem hukum Islam yang lebih berpihak pada anak dan lebih adaptif terhadap kompleksitas sosial-hukum di Indonesia. ISLaMS dan NCHR Oslo berkomitmen melanjutkan kolaborasi riset ini demi peningkatan perlindungan hak anak secara menyeluruh.
Pada akhir sesi, para peserta memberikan berbagai rekomendasi strategis, baik dari sisi fokus tematik, pendekatan metodologis, maupun penguatan jejaring antar-lembaga. Diskusi juga menyoroti pentingnya memperhatikan kesejahteraan finansial anak dalam konteks poligami, serta bagaimana anak dapat terlibat dalam proses penentuan hukum ketika “keinginan pihak terkait” menjadi klausul penentu. (Red/GS)