HALSEL, Nalarsatu.com – Kasus dugaan kecurangan dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Halmahera Selatan hingga kini masih jalan di tempat. Isu “PPPK titipan” yang mencuat sejak awal 2025 seakan dibiarkan menguap tanpa tindak lanjut serius dari pemerintah daerah maupun DPRD.
Publik sempat menaruh harapan agar kasus ini menjadi momentum membersihkan birokrasi dari praktik kotor. Ketua Komisi I DPRD Halsel, Munawir Kasuba, bahkan pernah berjanji akan memanggil Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) untuk klarifikasi. Namun hingga penghujung Agustus 2025, janji itu tak pernah terwujud. Tidak ada rapat dengar pendapat, pemanggilan resmi, apalagi sikap politik DPRD yang jelas.
Sementara itu, laporan masyarakat dan bukti dugaan penyimpangan terus bermunculan. Beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi PPPK justru diketahui tidak memiliki latar belakang sebagai tenaga honorer, antara lain:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karto Tuanany Pengurus PKS Kayoa Selatan.
Aziz Badi Mantan caleg PKS 2024.
Ayu Kamarullah Pengurus aktif Partai NasDem.
Noni Kamarullah Caleg PDIP 2024.
Kifli Murad Mantan caleg PAN 2024.
Sejumlah nama tersebut bahkan disebut-sebut punya hubungan keluarga dengan Wakil Bupati Helmi, Umar Muchsin.
Tidak berhenti di situ, Kepala Dinas Pendidikan, Siti Khadija, juga disorot publik karena diduga berperan sebagai “makelar dokumen” berupa SK dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Praktik ini, jika terbukti, bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan berpotensi masuk kategori pemalsuan dokumen.
Namun saat dikonfirmasi, Siti Khadija menepis tudingan tersebut. “Mereka sudah mundur dari pengurus partai dan statusnya saat tes memang honor lepas. Jadi tidak ada masalah karena tidak ada aturan yang melarang,” dalihnya.
Ironisnya, Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, yang sebelumnya dikabarkan memberi instruksi agar seleksi berlangsung profesional, hingga kini memilih bungkam. Begitu pula Kepala BKPPD Halsel, Abdillah Kamarullah, yang tidak kunjung menyampaikan klarifikasi ke publik.
Sikap diam para pemangku kebijakan kian menguatkan dugaan bahwa seleksi PPPK di Halsel sarat kepentingan politik dan nepotisme.
Sementara itu, tenaga honorer yang telah mengabdi puluhan tahun justru menjadi korban. Alih-alih diangkat, sebagian di antaranya malah dirumahkan alias tidak diperpanjang kontraknya pada 2025.
“Mereka kalah bukan karena tidak kompeten, tapi karena tidak punya koneksi. Dokumen lengkap, pengalaman jelas, tetap saja tersingkir,” keluh salah satu tenaga honorer yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Fenomena ini semakin menegaskan jurang ketidakadilan dalam kebijakan pengangkatan PPPK. Aparat berwenang diminta tidak tutup mata atas dugaan praktik titipan yang mencederai hak ribuan honorer di Halmahera Selatan.