Oleh : Sahrul N. Manan – Ketua Wilayah LMND Maluku Utara
MALUKU Utara dikenal sebagai provinsi dengan kekayaan alam yang luar biasa mulai dari tambang nikel, emas, hingga potensi laut yang melimpah. Namun, kekayaan ini sering kali membawa kehancuran bukannya kesejahteraan. Kekayaan tersebut justru menimbulkan kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan ketimpangan ekonomi yang semakin dalam.
Kita tahu bersama bahwa kerusakan lingkungan diakibatkan oleh ulah pertambangan nikel dan emas yang telah menimbulkan deforestasi, pencemaran sungai, dan kerusakan ekosistem laut. Bukan hanya itu, ketimpangan sosial juga telah menjadi budaya di Maluku Utara. Hasil kekayaan lebih banyak dinikmati oleh perusahaan besar dan elite politik, sementara masyarakat lokal tetap hidup dalam keterbatasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konflik dan marginalisasi di Maluku Utara bukan hal baru. Hilangnya ruang hidup masyarakat adat, lemahnya posisi nelayan dan petani kecil, serta tekanan besar dari aktivitas pertambangan menunjukkan bahwa persoalan ini tidak lain dan tidak bukan merupakan akibat langsung dari kehadiran tambang-tambang besar di wilayah ini.
Melihat kehancuran yang terus terjadi, Saya Sebagai Ketua Wilayah LMND Maluku Utara, menyerukan kepada seluruh kawan-kawan LMND di tujuh kabupaten/kota se-Provinsi Maluku Utara untuk terus mengampanyekan persatuan nasional dan melawan kaum Serakahnomics. Ia menegaskan bahwa kita perlu mendorong kesadaran kolektif dalam melawan kelompok yang serakah dalam bidang ekonomi. “Bangun Persatuan Nasional, Lawan Kaum Serakahnomics” adalah solusi utama untuk menyelamatkan Maluku Utara dari gempuran ekonomi rakus yang hanya menguntungkan segelintir elit.
Ajakan ini didasarkan pada kajian matang LMND secara nasional dan kedaerahan, yang menekankan bahwa Serakahnomics model ekonomi yang dikuasai oleh keserakahan elit politik dan korporasi harus dilawan dengan kekuatan persatuan rakyat.
Penulis menyoroti bahwa krisis tata kelola sumber daya di Maluku Utara terus terjadi ketika pemerintah dan lembaga pengawas yang seharusnya melindungi rakyat justru berkompromi dengan kepentingan tambang. Diamnya lembaga terkait terhadap kejahatan tambang dapat dibaca sebagai bentuk pembiaran struktural. Fungsi kontrol lembaga negara yang mestinya mengawasi kini melemah, bahkan kehilangan keberanian dan independensinya.
Akibatnya, praktik perusakan lingkungan, penggusuran masyarakat adat, dan pelanggaran HAM dianggap sebagai hal biasa. Dominasi oligarki tambang lebih kuat daripada suara rakyat, sehingga kebijakan publik tersandera. Rakyat Maluku Utara menanggung kerusakan lingkungan, sementara keuntungan mengalir keluar daerah.
Karena itu, Sebagai Ketua LMND Maluku Utara, saya mengajak seluruh kawan-kawan di tujuh kabupaten/kota untuk memperkuat jaringan persatuan lintas kampus dan daerah, menyebarkan gagasan alternatif ekonomi kerakyatan yang adil dan demokratis, menggelar diskusi dan propaganda yang menyingkap wajah Serakahnomics, serta menjadikan Maluku Utara sebagai teladan gerakan mahasiswa yang berani, kritis, dan berpihak pada rakyat.
Dengan persatuan nasional, kita mampu melawan keserakahan dan membangun masa depan yang adil bagi seluruh rakyat Maluku Utara. (*)







