Dilema Guru Masa Kini “Tegas Disalahkan, Diam Dipertanyakan”

- Penulis Berita

Selasa, 25 November 2025 - 04:07 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Mujais Apling, S.Pd., M.PdDekan Fakultas Inovasi Pendidikan Unutara

MEMPERINGATI Hari Guru tahun ini, bangsa Indonesia kembali diajak untuk menoleh sejenak pada realitas yang dihadapi para pendidik di seluruh pelosok negeri. Di balik peran mulia mereka dalam mencetak generasi masa depan, terdapat beban dan tantangan yang jauh lebih berat dibandingkan beberapa dekade lalu.

Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga dituntut memahami dinamika sosial, tekanan digital, perilaku remaja yang semakin kompleks, serta ekspektasi publik yang terus meningkat. Ironisnya, dalam situasi yang menuntut profesionalisme tinggi itu, guru kerap menjadi pihak yang paling mudah disalahkan. Ketika seorang guru mengambil tindakan untuk menjaga disiplin kelas, menegakkan aturan, atau melindungi ketertiban belajar, risiko tuduhan dan salah tafsir hampir selalu mengintai. Satu potongan video yang direkam tanpa konteks, satu laporan sepihak, atau satu unggahan media sosial yang viral dapat langsung mengubah posisi guru dari pilar pendidikan menjadi pihak yang dicurigai, bahkan sebelum kebenaran dites melalui proses yang objektif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fenomena ini menunjukkan bahwa guru saat ini hidup di tengah era kerentanan sosial, di mana tindakan yang dimaksudkan untuk mendidik dapat dengan mudah ditafsirkan sebagai tindakan yang melukai. Kondisi ini bukan hanya menciptakan tekanan psikologis, tetapi juga membangun atmosfer ketakutan yang dapat menghambat kreativitas dan keberanian guru dalam menjalankan tugasnya. Banyak guru mengaku kini harus berhati-hati dalam setiap gerakan dan keputusan, bukan karena tidak ingin mendidik dengan tegas, tetapi karena khawatir dipersepsikan secara keliru. Padahal, pendidikan yang bermakna tidak tumbuh dari ketakutan, melainkan dari kepercayaan. Kepercayaan bahwa guru mampu menilai situasi di kelasnya. Kepercayaan bahwa guru memahami karakter murid-muridnya. Kepercayaan bahwa guru bertindak atas dasar tanggung jawab, bukan emosi.

Di tengah tekanan tersebut, semangat sebagian besar guru tetap tidak padam. Mereka tetap hadir lebih awal daripada murid-muridnya, tetap menyusun RPP meski hari telah larut, tetap melayani pertanyaan siswa meski di luar jam mengajar, dan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan. Ada kekuatan diam yang hanya dimiliki guru—kekuatan untuk terus memberikan yang terbaik meski sering kali tidak terlihat dan tidak diberi apresiasi.

Hari Guru tahun ini menjadi momen penting untuk meneguhkan kembali kehormatan profesi guru. Bangsa ini perlu menyadari bahwa guru adalah penjaga masa depan. Jika ruang gerak mereka terus dibatasi oleh stigma dan kecurigaan, maka yang terancam bukan hanya profesi mereka, melainkan masa depan pendidikan itu sendiri. Sudah saatnya masyarakat, orang tua, dan institusi pendidikan membuka ruang dialog yang sehat. Alih-alih saling menyalahkan, perlu dibangun pemahaman bersama bahwa pendidikan adalah proses kolaboratif. Peran guru tidak boleh dikecilkan, apalagi dilemahkan oleh persepsi publik yang terburu-buru.

Kita harus kembali menghormati guru bukan hanya dalam seremoni Hari Guru, tetapi dalam kehidupan sehari-hari: menghargai keputusan profesional mereka, melindungi mereka dari tuduhan yang tidak berdasar, dan memastikan mereka memiliki ruang aman untuk mendidik dengan hati dan integritas. Pada akhirnya, di balik semua tantangan yang mereka hadapi, guru tetap memilih untuk berdiri di depan kelas, menuntun, membimbing, dan mencerdaskan. Mereka adalah sosok-sosok yang mungkin sering disalahpahami, tetapi justru paling berjasa dalam membentuk karakter bangsa.

Selamat Hari Guru 2025. Semoga seluruh guru Indonesia terus diberi kekuatan, perlindungan, dan penghormatan yang layak atas pengabdian yang tidak ternilai. (*)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Semua Guru Hebat Mengajar
Ketika Pembangunan Menginjak Hak Masyarakat: Refleksi Kasus Sengketa Lahan PT. Harita Nickel di Halmahera Selatan
Perbedaan Etnis Menjadi Sumber Kekuatan Maupun Sumber Konflik dalam Pembangunan
Ilusi Pengetahuan
Desa dalam Bayang-bayang Kegelapan
Harita Group dan Hak Dasar Warga Kawasi yang Padam: Industri Menyala, Kampung Meredup
8 Tahun Dedikasi Prof, Saiful Deni Rektor UMMU
BARAH dan Kebangkitan Moral Rakyat Halmahera Selatan
Berita ini 22 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 25 November 2025 - 12:19 WIT

Jesica Worouw Dilantik & Diberi Gelar Adat, GMKI Fokus Advokasi Banjir

Selasa, 25 November 2025 - 08:21 WIT

Ketua BARAH, Adi Hi. Adam: “Pelabuhan Spid Boat Harga Mati! Jangan Korbankan Ekonomi Warga Kawasi”

Selasa, 25 November 2025 - 00:25 WIT

“Gereja Tanpa Air: Jemaat GPM Kawasi Terpaksa Gali Sumur Baru

Senin, 24 November 2025 - 13:37 WIT

Imam Masjid Hendak Ditembak! Tokoh Muda Obi Dr.Arwan M.Said, Harita Lukai Hati Warga Obi

Minggu, 23 November 2025 - 16:44 WIT

Barisan Muda Tobelo Galela Malut Kecam Aksi Sekurity Harita: “Ini Bukan Investasi, Ini Teror Psikologis kepada Warga Kawasi!”

Minggu, 23 November 2025 - 05:27 WIT

Nasib Warga Obi di Ujung Laras Senjata, Anggota DPRD Halsel, Harita Jangan Seperti Preman!

Sabtu, 22 November 2025 - 16:19 WIT

Pelabuhan Kawasi Masih Minim Fasilitas, Warga Minta Perhatian Serius

Sabtu, 22 November 2025 - 13:30 WIT

Koordinator BKO Harita Teriak ‘Tembak!’ saat Ahli Waris Palang Proyek Bendung di Kawasi

Berita Terbaru

Opini

Semua Guru Hebat Mengajar

Selasa, 25 Nov 2025 - 04:15 WIT