Ternate,Nalarsatu.com – Aroma pembiaran dalam kasus arisan bodong yang menyeret oknum anggota Polri aktif, Suryadi Hadi Marwan Muntaha, dan istrinya, Nurdiana Kilbarin, kini makin menyengat. Praktisi hukum di Maluku Utara, Bambang Joisangadji, S.H., mendesak Kapolda Maluku Utara, Brigjen Pol. Waris Agono, untuk segera turun tangan dan mengambil alih penyelidikan secara langsung.
Menurut Bambang, kuat dugaan ada bekingan dari “orang dalam” yang membuat pelaporan para korban justru berbalik menjadi alat kriminalisasi. “Ini bukan lagi persoalan administrasi atau miskomunikasi. Ini soal hukum yang dilumpuhkan dari dalam oleh oknum yang diduga menyalahgunakan kewenangan,” tegasnya saat dihubungi, Selasa (20/5/2025).
Bambang menyebut laporan balik terhadap Sahriyani menggunakan pasal-pasal ITE sebagai tameng untuk menekan korban. “Ini pasal karet yang sering dipakai untuk membungkam warga kecil. Ini pola lama, mainan kotor. Kalau Kapolda tidak segera bertindak, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi citra institusi Polri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, ia menilai, ada upaya sistematis untuk membungkam para korban melalui intimidasi hukum. “Pelaku bukan hanya menjual janji palsu, tapi juga mempermainkan hukum. Ini bentuk kejahatan terorganisir yang menjangkau institusi,” kata Bambang.
Ia mendesak agar kasus ini ditarik ke Polda Maluku Utara dan diselidiki oleh tim independen dari Divisi Propam dan Bidang Hukum Polda. “Jangan biarkan ada aparat bermain di dua kaki. Kalau benar terbukti ada keterlibatan oknum polisi, termasuk pelindung dari dalam institusi, maka sanksi pidana dan etik harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujar Bambang.
Menurutnya, tidak cukup hanya menghukum pelaku lapangan. “Bekingan juga harus diungkap dan diproses. Bila perlu, ajukan ke sidang kode etik dan pidana umum. Hukum tidak boleh tumpul ke atas. Masyarakat berhak melihat bahwa institusi kepolisian berpihak pada korban, bukan pada sesama pelaku kejahatan,” tegasnya.
Ia pun menambahkan, bila kasus ini terus dibiarkan, maka akan menjadi contoh buruk bahwa pelaku penipuan bisa bersembunyi di balik seragam dan relasi kuasa. “Ini bukan sekadar kasus arisan, ini soal kehormatan hukum kita yang dipertaruhkan,” tutup Bambang.