LABUHA, Nalarsatu.com – Praktisi hukum sekaligus Pengacara Muda Maluku Utara, Bambang Joisangadji S.H menyoroti lemahnya penegakan aturan oleh Pemerintah Daerah Halmahera Selatan terkait kembali beroperasinya sejumlah tempat usaha hiburan malam yang belum mengantongi izin resmi, termasuk Kafe dan Karaoke Bungalow 3 Tiongsan Ongky.
Dalam pernyataannya kepada Nalarsatu.com, Selasa (30/7), Bambang menegaskan bahwa keberadaan bangunan usaha yang tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan didirikan di atas lahan resapan seperti Bungalow 3 sudah jelas-jelas melanggar hukum.
“Jika bangunan berdiri di atas tanah resapan dan tidak punya PBG, maka itu ilegal secara terang benderang. Pemda tidak perlu ragu, ini bukan persoalan administratif semata, tapi sudah menyangkut pelanggaran terhadap tata ruang dan hukum lingkungan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga menyoroti Kafe Bunga Low 3 Tiong San yang kembali dibuka, padahal sebelumnya telah ditutup secara permanen oleh Bupati Halmahera Selatan karena tidak memiliki izin resmi dan dianggap membandel terhadap aturan.
“Pemilik usaha yang sudah diberi teguran dan ditutup oleh kepala daerah, lalu tetap nekat buka usaha, itu bentuk perlawanan terhadap negara. Ini bahaya jika terus dibiarkan, bisa jadi contoh buruk bagi pelaku usaha lain,” kata Bambang.
Bambang menyebut, pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) bukanlah hal sepele. Ia merujuk pada Pasal 302 dan 303 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Pemda untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Perda, termasuk teguran, pencabutan izin, hingga penutupan paksa.
Namun, jika pelanggaran menyangkut pembangunan tanpa izin di lahan yang dilindungi, maka sudah masuk ke ranah pidana.
“Pembangunan tanpa PBG di atas tanah resapan melanggar Pasal 69 dan 70 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah UU Bangunan Gedung dan Tata Ruang. Sanksinya bisa pidana, baik denda maupun kurungan penjara, terutama jika menimbulkan kerugian lingkungan atau sosial,” jelasnya.
Menurut Bambang, jika pelaku usaha yang mempekerjakan tenaga kerja tanpa AK1 dan tidak melapor ke Dinas Tenaga Kerja dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 185 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Itu tergolong tenaga kerja ilegal. Sanksinya pidana penjara maksimal empat tahun atau denda maksimal Rp400 juta. Ini sangat serius,” tandasnya.
Bambang menutup pernyataannya dengan menyerukan agar Pemda Halmahera Selatan tidak lagi bersikap setengah hati dalam menegakkan aturan.
“Kalau seperti ini terus dibiarkan, maka Pemda sendiri yang sedang membiarkan hukum diabaikan. Ini bukan lagi pembiaran administratif, tapi bentuk pengabaian hukum yang sistematis. Harus segera ditindak tegas dan, bila perlu, bawa ke ranah hukum pidana untuk beri efek jera,” tutupnya.