Polisi Diganjar Penghargaan Setelah Menindas Rakyat: Cermin Gelap Demokrasi di Era Prabowo

- Penulis Berita

Minggu, 7 September 2025 - 04:50 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Fikram S. Minangkabau

Tragedi yang dikenal sebagai “September Berdarah” menjadi potret buram demokrasi di Indonesia. Saat rakyat menuntut keadilan melalui aksi demonstrasi, negara justru merespons dengan tindakan represif dan pembungkaman. Yang lebih mengejutkan, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri untuk memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada aparat kepolisian yang disebut sebagai “korban” akan tetapi, narasi resmi negara ini justru menafikan kenyataan bahwa korban sejati adalah rakyat.

Pernyataan Presiden Prabowo telah membelokkan harapan bangsa yang menanti pemimpin tegas namun berpihak pada rakyat. Di tengah situasi di mana masyarakat memprotes kebijakan yang dirasa tidak adil dan bahkan kembali mencium aroma otoritarianisme ala Orde Baru respon Presiden justru mendukung aparat yang menindas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Padahal, tragedi yang terjadi bukan hanya tentang siapa yang menjadi korban, tetapi menyangkut keberpihakan dan komitmen seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Kini, perjuangan itu kita hadapi dalam bentuk perlawanan terhadap elit bangsa sendiri yang mengabaikan penderitaan masyarakat.

Sebagai contoh nyata, publik dikejutkan oleh kematian seorang driver ojek online (Ojol) yang tewas dilindas mobil Brimob saat unjuk rasa di sekitar DPR RI. Bukannya mengusut tuntas atau memberi keadilan bagi korban, negara hanya memberikan permintaan maaf yang tampak formalitas. Bahkan sebaliknya anggota polisi yang terlibat justru diberi kenaikan pangkat. Sebuah ironi yang menyakitkan.

Penghargaan yang seharusnya diberikan kepada mereka yang berjasa melindungi rakyat, kini diberikan kepada aparat yang melukai rakyat. Situasi ini menegaskan bahwa negara kini lebih condong melindungi kepentingan elit ketimbang masyarakat luas.;,

Dulu, kata “Merdeka atau Mati” yang diteriakkan Bung Tomo menjadi bahan bakar perjuangan rakyat melawan penjajahan. Kini, slogan itu seolah direbut dan dimanipulasi untuk membakar semangat aparat dalam melawan rakyatnya sendiri. Polisi, yang seharusnya menjadi pelindung, justru berubah menjadi algojo.

Apakah Indonesia sudah merdeka seutuhnya? Pertanyaan ini relevan ketika masyarakat merasa dijajah oleh bangsanya sendiri, diperbudak oleh kepentingan asing, dan dibungkam oleh kekuasaan yang menyesatkan.

Tan Malaka pernah mengatakan, “Kemerdekaan sejati tidak hanya berarti bebas dari kekuasaan asing, tetapi juga pembebasan pikiran dari penindasan dan fanatisme buta.” Hari ini, seolah negara menolak bangsa ini untuk berpikir merdeka. Rezim lebih memilih menakuti daripada mengayomi, membungkam daripada mendengar.

Kenaikan pangkat luar biasa mendadak diberikan kepada aparat pasca tragedi unjuk rasa menjadi simbol rezim yang mulai melenceng dari cita-cita reformasi. Polisi diberi penghargaan setelah melakukan tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa rakyat. Ini adalah kemunduran demokrasi.

Rakyat Indonesia tak boleh lupa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Presiden bukan penguasa mutlak, dan aparat bukan algojo kekuasaan. Jika pembungkaman dibiarkan, jika pembunuhan dibalas dengan penghargaan, maka demokrasi telah mati, dan kita hidup dalam tirani yang dibungkus konstitusi.

 

Facebook Comments Box

Berita Terkait

BARAH Soroti Kunker Kapolda: Kasus Hukum Mandek dan Limbah Tambang Jadi Ancaman Serius di Halsel
Laksanakan IPKD MCSP KPK, RSUD Labuha gelar FKP di Kecamatan Bacan Selatan
BARAH Desak Komisi I DPRD Halsel Hentikan Perlindungan Politik untuk Kades Bermasalah
Pelantikan 4 Kades, Ketua Fraksi PKB Safri Talib: Ini Masalah Kecil, Tak Perlu Dibesar-besarkan
DPD II KNPI Halsel Segera Gelar RPH Bahas Pembentukan Panitia Musda dan Rapimpurda
Kades Prakanda Adri Musa Ajak Pemuda Solid Jelang Piala Bupati Halmahera Selatan
Hearing BARAH, Harita Nickel, dan ASLAD Sepakati 4 Poin Penting Terkait Dana Bagi Hasil Desa Kawasi
Tingkatkan Literasi Gerilia Halmahera Selatan Gelar Lomba Puisi dan Mendongeng
Berita ini 24 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 8 Oktober 2025 - 02:40 WIT

BARAH Soroti Kunker Kapolda: Kasus Hukum Mandek dan Limbah Tambang Jadi Ancaman Serius di Halsel

Selasa, 7 Oktober 2025 - 12:31 WIT

Laksanakan IPKD MCSP KPK, RSUD Labuha gelar FKP di Kecamatan Bacan Selatan

Selasa, 7 Oktober 2025 - 11:08 WIT

BARAH Desak Komisi I DPRD Halsel Hentikan Perlindungan Politik untuk Kades Bermasalah

Selasa, 7 Oktober 2025 - 07:51 WIT

Pelantikan 4 Kades, Ketua Fraksi PKB Safri Talib: Ini Masalah Kecil, Tak Perlu Dibesar-besarkan

Selasa, 7 Oktober 2025 - 07:35 WIT

DPD II KNPI Halsel Segera Gelar RPH Bahas Pembentukan Panitia Musda dan Rapimpurda

Senin, 6 Oktober 2025 - 12:50 WIT

Hearing BARAH, Harita Nickel, dan ASLAD Sepakati 4 Poin Penting Terkait Dana Bagi Hasil Desa Kawasi

Minggu, 5 Oktober 2025 - 10:12 WIT

Tingkatkan Literasi Gerilia Halmahera Selatan Gelar Lomba Puisi dan Mendongeng

Minggu, 5 Oktober 2025 - 10:03 WIT

LPP Tipikor: Kuasa Hukum Anggota Bawaslu Ternate Jangan Cengeng Bela Klien Bermasalah

Berita Terbaru