Halsel, Nalarsatu.com – Kepala Bidang Investigasi dan Penindakan Lembaga Investigasi dan Informasi Kemasyarakatan (LSM LIDIK), Thusry Karim, mendesak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halmahera Selatan segera mengembalikan dana proyek Tahun Anggaran 2023 yang dinyatakan bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara.
Desakan ini muncul setelah audit BPK menemukan potensi kerugian negara mencapai Rp1.022.744.490,92 dari sejumlah pekerjaan darurat yang dikelola BPBD Halsel di Kecamatan Gane Barat Utara. Laporan tersebut tertuang dalam LHP BPK Malut Nomor: 16.A/LHP/XIX/.TET/5/2034, tertanggal 27 Mei 2024.
“Ini bukan lagi soal teknis, ini soal integritas dan moral penggunaan anggaran publik. Ada indikasi pembiaran sistemik yang berujung pada kerugian negara. Kami tidak akan diam,” tegas Thusry Karim, Minggu (2/6), di Labuha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Thusry, temuan BPK mengungkap borok pengelolaan proyek di tubuh BPBD, mulai dari lemahnya pengawasan internal hingga dugaan keterlibatan oknum pejabat teknis dalam permainan volume pekerjaan. Ia menilai proyek darurat yang seharusnya dilaksanakan cepat dan akuntabel justru dijadikan celah oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan pribadi.
“Ini modus klasik: markup volume, pencairan besar, hasil minim. Kalau dibiarkan, ini jadi preseden buruk. Bukan hanya soal pengembalian uang, ini soal keadilan dan akuntabilitas,” ujarnya.
Dalam laporan BPK, dua proyek besar menjadi sorotan. Pertama, pembangunan talud pantai di Desa Gumira oleh CV MHK, yang tercatat mengalami kekurangan volume senilai Rp95.882.359,50 dari total kontrak sebesar Rp8,18 miliar (nomor kontrak: 360/145.b/2023). Meski demikian, proyek ini telah dibayarkan senilai Rp2,56 miliar.
Kedua, pembangunan talud pantai di Desa Posi-Posi, juga dikerjakan oleh CV MHK (kontrak nomor 360/199.c/2023), dengan nilai kekurangan volume mencapai Rp317.936.993,00 dari total anggaran Rp6,17 miliar.
BPK menyoroti lemahnya fungsi kontrol dari dua pejabat kunci: Kepala Dinas PUPR Idham Pora dan Kepala BPBD Aswin Adam, yang dinilai tidak optimal dalam mengawasi pelaksanaan dan pengeluaran anggaran. Selain itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) disebut tidak maksimal menjalankan pengendalian kontraktual.
Thusry menegaskan, pihaknya telah menyiapkan laporan aduan resmi ke aparat penegak hukum sebagai bentuk dorongan agar kasus ini tidak berhenti di meja administrasi. “Kalau hanya disuruh kembalikan uang tanpa proses hukum, lalu apa bedanya dengan pembenaran korupsi secara halus?” ujarnya kritis.
Kabid LSM LIDIK, kata Thusry, akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas, dan mendesak Kejaksaan maupun Inspektorat turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BPBD maupun Dinas PUPR Halsel belum memberikan keterangan resmi atas temuan dan desakan tersebut.