OBI, Nalarsatu.com – Kasus pemerkosaan terhadap seorang siswa SMK Teknologi di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban. Nasri Ode Sinta, ayah dari korban, mengecam keras upaya mediasi yang dilakukan aparat kepolisian dan keluarga pelaku. Ia menyebut permintaan damai tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap rasa keadilan dan penderitaan anaknya.
“Anak saya diperkosa enam orang. Ini kejahatan berat, bukan urusan keluarga yang bisa diselesaikan di ruang mediasi. Kok masih ada yang ajak damai-damai?” kata Nasri dengan meneteskan air mata saat diwawancarai Nalarsatu.com, Kamis (10/7).
Nasri mengisahkan, ia dihubungi oleh seorang anggota Polsek Obi bernama Juned sekitar pukul 11.00 WIT dan diminta datang ke kantor polisi. Namun setibanya di sana, Juned belum tampak dan Nasri hanya bertemu dengan anggota lain bernama Riki, yang memberitahu bahwa keluarga pelaku sedang berada di rumah salah seorang warga. Nasri pun menunggu sekitar setengah jam sebelum memutuskan pulang ke rumah untuk makan siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sekitar pukul 12.37 WIT, Juned kembali mengirim pesan WhatsApp, memberitahu bahwa keluarga pelaku sudah berada di Polsek. Nasri segera kembali ke kantor polisi mengendarai motornya. Di ruang mediasi lebih dari 10 orang, ia kenal tiga anggota polisi Rahman, Juned, dan Riki, dua orang yang dikenalnya sebagai orang tua terduga pelaku, yakni Lapudi dan La Amba.
La Amba langsung berbicara dalam bahasa daerah Buton Cia-Cia, meminta agar persoalan ini “diatur baik-baik.” Mendengar itu, Nasri langsung emosi.
“Saya jawab langsung, ini bukan masalah kecil. Anak saya masih trauma, dan sekarang kalian mau ajak ketemu? Istri saya dan anak saya bahkan masih jalani pemeriksaan di Polres Bacan. Keputusan harus kami ambil bersama,” ujarnya.
Pertemuan pun berakhir tanpa kesepakatan. Keluarga pelaku memilih meninggalkan Polsek lebih dulu. Saat Nasri masih duduk bersama Rahman dan Juned, sempat muncul usulan dari Rahman agar kasus ini tidak diproses hukum karena akan menguras biaya besar. Bahkan, ia menyarankan agar Nasri meminta denda yang tinggi kepada pihak pelaku.
“Saya bilang, kita jalani saja proses hukum. Kalau soal denda, ada aturannya. Tapi saya tidak akan jadikan ini sebagai bahan tawar-menawar. Ini soal kehormatan keluarga dan masa depan anak saya,” katanya dengan tegas Kamis (10/7).
Nasri memastikan bahwa dirinya dan keluarga besar tidak akan menerima upaya damai dalam bentuk apa pun. Ia menuntut agar keenam pelaku diadili sesuai hukum yang berlaku dan diproses hingga ke meja hijau.
“Jangan ada lagi mediasi. Hukum harus ditegakkan. Biar semua orang tahu bahwa kejahatan terhadap anak tak bisa dibeli dengan uang,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, anggota Polsek Obi bernama Rahman membantah tudingan bahwa pihaknya berupaya menutupi kasus. Ia menyebut informasi yang beredar tidak sesuai fakta dan meminta agar konfirmasi lebih lanjut dilakukan kepada atasannya.
Rahman juga menampik bahwa dokumentasi pertemuan dengan keluarga pelaku dilakukan pada tanggal 15 Juni, seperti disebutkan sebelumnya. Menurutnya, pertemuan tersebut kemungkinan terjadi pada 14 Juni, ketika korban telah bergeser ke Polres Halmahera Selatan untuk menjalani pemeriksaan di Unit PPA.
“Itu bukan dokumentasi tanggal 15, kaapa. Itu mungkin tanggal 14 Juni. Saat itu korban sudah bergeser ke Bacan untuk diperiksa di PPA Polres,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dirinya tidak memiliki wewenang untuk memberikan keterangan resmi dan menyerahkan sepenuhnya kepada pimpinan Polsek.
“Nanti sudara konfirmasi dengan Pak Kapolsek, karena saya tidak dapat menyampaikan ini secara resmi. Itu ranahnya pimpinan,” tegas Rahman.