Sofifi, Nalarsatu.com – Rencana pelayaran perdana KM. Express Cantika 08 pada Senin, 14 Juli 2025 untuk melayani rute Ternate–Sofifi menuai protes dari warga yang tergabung dalam Aliansi Speedboat Sofifi. Penolakan tersebut datang dari para pemilik speedboat, nahkoda, anak buah kapal (ABK), dan masyarakat Kelurahan Sofifi yang menggantungkan hidup dari jasa penyeberangan speedboat.
Koordinator Aliansi Speedboat Sofifi, Nasrullah, menyesalkan kebijakan Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Utara yang memberikan izin operasional kepada kapal cepat tersebut. Menurutnya, kehadiran KM. Express Cantika 08 merupakan bentuk opresi terhadap pelaku usaha kecil yang telah lama berjuang di sektor transportasi penyeberangan.
“Bagi kami, kehadiran KM. Express Cantika 08 bukan solusi untuk percepatan pembangunan dan kelayakan transportasi. Justru hal ini berpotensi mematikan usaha penyeberangan speedboat masyarakat Sofifi yang telah kami perjuangkan dan pertahankan selama ini,” ujar Nasrullah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan, sebanyak 268 unit speedboat yang beroperasi di rute Sofifi–Ternate masih sangat layak dikembangkan untuk menjadi moda transportasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Pemberian izin terhadap kapal cepat dinilai mengabaikan eksistensi pelaku lokal yang selama ini menjadi tulang punggung konektivitas antarwilayah.
Aliansi juga menyoroti proses sosialisasi dan rapat koordinasi yang digelar Dinas Perhubungan pada 8 Juli 2025 di Pelabuhan Semut Mutiara, Mangga Dua, Ternate. Menurut mereka, pertemuan tersebut tidak sah secara organisatoris karena tidak melibatkan seluruh pemilik dan pengelola speedboat.
“Rapat itu penuh intrik dan terkesan dipaksakan untuk mengamankan agenda pengoperasian KM. Express Cantika 08,” tambah Nasrullah.
Berdasarkan hal tersebut, Aliansi Speedboat Sofifi secara resmi menyatakan penolakan terhadap operasional KM. Express Cantika 08 yang direncanakan pada 14 Juli 2025. Aksi ini menurut mereka merupakan bentuk kekecewaan terhadap sikap Dinas Perhubungan yang dinilai tidak bijak dalam mengambil keputusan.
Aliansi menilai bahwa kehadiran investasi kapal cepat lebih mencerminkan eksploitasi oleh korporasi, bukan upaya pemberdayaan masyarakat kecil.
“Investasi seperti ini hanya menguntungkan korporasi besar, bukan kami rakyat kecil yang selama ini menghidupi keluarga dari usaha penyeberangan ini,” pungkas Nasrullah. (Red/BM)