DOB Patani-Gebe: Jalan Menuju Masyarakat Industri?

- Penulis Berita

Kamis, 8 Mei 2025 - 08:42 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Aldi Haris

(Refleksi atas pemekaran wilayah dan ledakan industri tambang di Kabupaten Halmahera Tengah)

WACANA pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Patani-Gebe di Kabupaten Halmahera Tengah kembali mengemuka, terutama di tengah pertumbuhan luar biasa sektor industri pertambangan di kawasan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagi sebagian kalangan, DOB adalah pintu gerbang menuju kemandirian ekonomi dan percepatan pembangunan.

Namun bagi yang lain, ini bisa menjadi jalan sunyi menuju ketimpangan baru—jika tidak dikelola dengan bijak dan partisipatif.

Dilema Industrialisasi dan Pemekaran Wilayah Patani dan Gebe berada dalam bayang-bayang perluasan kawasan industri ekstraktif, khususnya nikel.

Kawasan ini dikepung oleh aktivitas tambang besar seperti PT IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park) yang telah menjadi magnet bagi investasi nasional dan internasional.

Namun, di balik geliat ekonomi tersebut, masyarakat lokal menyaksikan sisi lain: deforestasi masif, polusi air dan udara, serta pergeseran ruang hidup masyarakat adat dan nelayan tradisional.

Ironisnya, aspirasi DOB sering kali muncul justru ketika warga merasa “tak terlihat” dalam proses pembangunan yang menjanjikan kemajuan.

DOB kemudian dianggap sebagai instrumen untuk memperbesar kewenangan lokal, mempercepat pelayanan, dan mengelola sumber daya lebih mandiri.

Namun, pertanyaannya tetap: apakah pemekaran wilayah otomatis akan membawa kesejahteraan jika arah pembangunan masih dikendalikan oleh kepentingan industri besar, bukan rakyat?

Hal ini bersesuaian dengan penyampaian Dr. Hasbullah Muhammad, akademisi dan peneliti kebijakan publik asal Maluku Utara, yang mengingatkan bahwa “pemekaran hanya akan bermakna jika pemerintah daerah baru mampu berdiri dengan identitas dan agenda pembangunan yang berpihak pada rakyat.” Jika tidak, DOB hanya menjadi proyek elitis yang memperbanyak jabatan tanpa memperluas kesejahteraan.

Sementara itu, Tokoh Adat Oatani Bapak Lamo Udin, juga pernah menyatakan dalam sebuah diskusi komunitas, “Kami tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan yang mengorbankan sungai, laut, dan tanah leluhur kami, itu bukan kemajuan. Kalau DOB datang hanya untuk mengamankan tambang, itu bukan untuk kami.”

Pernyataan ini mencerminkan keresahan warga bahwa DOB bisa saja menjadi alat formal untuk mempercepat perizinan tambang dan meredam protes masyarakat terhadap kerusakan lingkungan, alih-alih memperkuat kedaulatan rakyat atas ruang hidup mereka.

Di situasi ini pula kita akan menyaksikan warga Patani – Gebe Menuju Masyarakat Industri.

Tapi, pertanyaanya itu untuk Siapa?, Salah satu narasi besar dari DOB Patani-Gebe adalah membentuk masyarakat industri yang mandiri dan kompetitif.

Namun perlu dicatat, masyarakat industri bukan hanya tentang keberadaan pabrik dan smelter, melainkan masyarakat yang memiliki keterampilan, pendidikan, kesehatan, serta kendali terhadap proses produksi dan distribusi nilai ekonomi.

Tanpa pendidikan vokasional yang inklusif, pelatihan kerja, perlindungan buruh lokal, dan skema ekonomi mikro untuk masyarakat terdampak, narasi “masyarakat industri” hanya akan menjadi mitos yang menghias dokumen perencanaan.

Namun semua itu pilihannya ada pada Kita. DOB Patani-Gebe bisa menjadi peluang—jika dijalankan dengan tata kelola partisipatif, bukan sekadar keputusan politis.

Ia harus menjawab kebutuhan masyarakat terdalam: pengakuan atas tanah adat, keadilan ekologis, dan pemerataan ekonomi. Tanpa itu, jalan menuju masyarakat industri bisa berubah menjadi jalan menuju marginalisasi yang lebih sistematis.

Kita tidak sedang menolak masa depan. Tapi masa depan hanya berarti jika ia bisa dirasakan bersama, bukan dinikmati segelintir. (*)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Seksinya SDA Halmahera Timur, Membuat Birahi Petinggi Negara Indonesia jadi Membara
Pendidikan Mengimplikasikan Konsep Tentang Manusia dan Dunia
Ternate dan Krisis Drainase
Kerusakan Alam di Maluku Utara : Antara Kekayaan dan Ancaman
Melampaui Rudal : Konflik Iran–Israel dan Pertarungan di Dunia Tanpa Wajah
Dilema Pendidikan ditegah Masyarakat Taliabu : Antara Tambang dan Kampus
“Merdeka Seratus Persen”: Saat Rakyat Dijual Gubernur dan Kapitalis Asing
Hilirisasi Nikel, Budaya, dan Pendidikan di Maluku Utara: Sebuah Dilema Pembangunan
Berita ini 130 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 13:59 WIT

Skandal Dana Desa Pas Ipa: Rp366 Juta Tak Jelas, Mahasiswa Desak Audit Total

Kamis, 26 Juni 2025 - 13:53 WIT

Polres Halsel Gelar Doa Bersama Lintas Agama dalam Rangka Hari Bhayangkara ke-79

Kamis, 26 Juni 2025 - 03:46 WIT

Diduga Ada Kepentingan Elit, BEM Unutara Soroti Kriminalisasi 11 Warga Adat Maba Sangaji

Rabu, 25 Juni 2025 - 16:07 WIT

Kades Dolik Koordinasi Penanganan Longsor Saketa-Dehepodo, PT Hijrah Nusatama Kirim Excavator

Rabu, 25 Juni 2025 - 12:20 WIT

Proyek Masjid Desa Pas Ipa Mangkrak, Mahasiswa Minta Inspektorat Audit Anggaran

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:51 WIT

Sandi Naim Calon Ketua Umum Gagas Misi Formapas Sebagai Instrumen Perjuangam

Selasa, 24 Juni 2025 - 10:10 WIT

Syafrudin Arif Tanggapi Putusan Sengketa Tanah Pasar Baru: “Jangan Perkeruh Keadaan, Ini Saatnya Mengakhiri Persoalan Lama”

Selasa, 24 Juni 2025 - 06:46 WIT

Skandal BPNT di Obi Selatan: FPR Desak Polres Periksa Pendamping Program, Tuduh Ada Korupsi Terstruktur

Berita Terbaru