Negara Wajib Tegas Melindungi Anak dari Kejahatan Seksual

- Penulis Berita

Rabu, 16 April 2025 - 05:32 WIT

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: La Ode Emi

Kejahatan kesusilaan terhadap anak kian hari kian mengkhawatirkan. Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, kasus pencabulan terhadap anak masih saja menjadi wajah muram dalam potret hukum dan sosial kita. Anak-anak, yang seharusnya tumbuh dalam ruang aman dan penuh kasih, justru menjadi korban hasrat bejat yang melampaui batas kemanusiaan. Negara, dalam hal ini, tidak boleh ragu untuk hadir sebagai pelindung mutlak.

Secara normatif, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur tindak pidana kesusilaan dalam sejumlah pasal, termasuk Pasal 287, 290, dan 294. Pasal-pasal ini memberikan batasan hukum terhadap tindakan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak, bahkan ketika dilakukan atas dasar “suka sama suka.” Hukum memahami bahwa anak belum memiliki kapasitas untuk menyetujui secara sah tindakan seksual, apalagi ketika pelaku adalah pihak yang memiliki kuasa atau kedudukan atas si anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sayangnya, implementasi hukum seringkali tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Banyak kasus pencabulan terhadap anak yang justru berhenti di tahap mediasi, “penyelesaian kekeluargaan,” atau bahkan terhenti akibat tekanan sosial dan ekonomi. Padahal, kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tak seharusnya diredam dalam kompromi. Pendekatan restorative justice, dalam konteks ini, sering disalahgunakan.

Padahal, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara tegas memperkuat posisi anak sebagai subjek hukum yang wajib dilindungi. Pasal 82 UU ini bahkan memberikan ancaman pidana berat bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan denda miliaran rupiah. Jika pelaku memiliki relasi kuasa seperti guru, orang tua, atau pendidik, hukum memperberat sanksinya sepertiga dari ancaman awal.

Persoalannya kini bukan terletak pada kekosongan hukum, melainkan pada ketegasan dalam menegakkan hukum. Negara tidak boleh membiarkan ruang abu-abu bagi predator anak. Aparat penegak hukum harus menjadikan setiap kasus sebagai prioritas, dengan perspektif perlindungan anak sebagai dasar bertindak, bukan sekadar formalitas penegakan hukum.

Lebih jauh lagi, sistem perlindungan anak di Indonesia juga diwarnai dengan keragaman definisi tentang usia anak. Mulai dari KUHPerdata, UU Ketenagakerjaan, hingga UU Perkawinan memiliki batas usia berbeda-beda tentang siapa yang disebut anak. Inkonsistensi ini bisa berdampak pada upaya penegakan hukum yang efektif. Harmonisasi regulasi menjadi mendesak, agar tidak menciptakan celah hukum yang dimanfaatkan pelaku kejahatan.

Anak-anak adalah cermin masa depan bangsa. Negara yang gagal melindungi anak-anaknya adalah negara yang menyiapkan kehancurannya sendiri. Sudah waktunya pendekatan hukum terhadap kejahatan seksual terhadap anak dilakukan dengan paradigma perlindungan dan keadilan, bukan sekadar penegakan hukum prosedural.

Setiap anak berhak atas masa depan yang utuh dan bermartabat. Dan kita semua, sebagai bagian dari masyarakat dan negara, punya tanggung jawab untuk menjamin hal itu. Tidak boleh ada ruang bagi kompromi terhadap kekerasan seksual. Dalam perkara anak, negara harus tegas, tidak bisa tawar-menawar.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

PHI Gelar Sidang Perdana, Kuasa Hukum Pekerja Soroti Proses PHK Sepihak PT Wanatiara Persada
Atap Bocor, Proses Belajar di TK Al-Khairaat Gorua Terganggu
Dana BPNT Diduga Dirampok, Warga Obi Tuntut Felista Kokiroba Diproses Hukum
Pelaku Tambang Rakyat di Obi Resmi Usulkan Pembentukan WPR ke Pemda Halsel
Tinju Rakyat, Kepala Inspektorat Halsel Dipolisikan
Kapolres Halsel dan DP3A Kunjungi Korban KDRT, Pastikan Proses Hukum Berjalan
Diduga Ada Bekingan Oknum Polisi, Praktisi Hukum Desak Kapolda Malut Ambil Alih Kasus Arisan Bodong
Cafe Fortune Milik Hendri THE Diduga Jual Bebas Miras Capten Morgan, SKAK-MU Desak Razia
Berita ini 34 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 13:59 WIT

Skandal Dana Desa Pas Ipa: Rp366 Juta Tak Jelas, Mahasiswa Desak Audit Total

Kamis, 26 Juni 2025 - 13:53 WIT

Polres Halsel Gelar Doa Bersama Lintas Agama dalam Rangka Hari Bhayangkara ke-79

Kamis, 26 Juni 2025 - 03:46 WIT

Diduga Ada Kepentingan Elit, BEM Unutara Soroti Kriminalisasi 11 Warga Adat Maba Sangaji

Rabu, 25 Juni 2025 - 16:07 WIT

Kades Dolik Koordinasi Penanganan Longsor Saketa-Dehepodo, PT Hijrah Nusatama Kirim Excavator

Rabu, 25 Juni 2025 - 15:42 WIT

Longsor di Gunung Goha Desa Moloku dan Samo Putus Akses Jalan Lintas Saketa-Dehepodo

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:51 WIT

Sandi Naim Calon Ketua Umum Gagas Misi Formapas Sebagai Instrumen Perjuangam

Selasa, 24 Juni 2025 - 10:10 WIT

Syafrudin Arif Tanggapi Putusan Sengketa Tanah Pasar Baru: “Jangan Perkeruh Keadaan, Ini Saatnya Mengakhiri Persoalan Lama”

Selasa, 24 Juni 2025 - 06:46 WIT

Skandal BPNT di Obi Selatan: FPR Desak Polres Periksa Pendamping Program, Tuduh Ada Korupsi Terstruktur

Berita Terbaru